1.
Hedonisme
Hedonisme merupakan sebuah teori etika yang paling tua,
sederhana, dan kebenda-bendaan. Orang masih banyak yang belum sadar merumuskan
filsafat hidup untuk diri mereka sendiri. Menurut aliran ini kesenangan
(kenikmatan) merupakan tujuan akhir hidup. Kaum hedonis memilih kata
kebahagiaan untuk kesenangan.
Aristippus menyamakan kebahagiaan dengan kesenangan.
Menurut dia kesenangan itu berkat gerakan yang lemah gemulai, sedangkan rasa
sakit berkat gerakan kasar. Kesenangan intelektual mungkin lebih tinggi, tetapi kesenangan
pancaindera lebih dalam. Kesenangan sesaat yang dinikmati itulah yang dihargai.
Sebuah perbuatan disebut baik sejauh menyebabkan kesenangan, memberi
kenikmatan. Kebijakan berguna untuk menahan kita jangan jatuh ke dalam nafsu yang
keterlaluan, yakni gerakan kasar, jadi tidak menyenangkan.
Menurut Epicurus, tujuan hidup bukan kesenangan yang
kuat, melainkan suatu kedamaian. Kesenangan intelektual lebih baik karena lebih
tahan lama, tetapi kita tidak merasa cukup tanpa kesenangan-kesenangan inderani.
Orang bijaksana mengatur hidupnya sedemikian rupa sehingga dapat mencapai
kesenangan-kesenangan dan sedikit kesedihan. Kita harus belajar membatasi
keinginan-keinginan yang bisa memuaskan diri. Sesuatu akan baik apabila
menambah kesenangan kita dan buruklah yang mengurangi kesenangan.
Kebahagiaan dalam aliran hedonisme seperti kebahagiaan
yang dirasakan oleh Saleh. Dia menganggap kebahagiaan itu tidak sama dengan
sebuah kesenangan. Menurutnya bahagia itu dapat menurutkan desakan hatinya,
mengembangkan tenaga, kecakapan sepenuh-penuhnya, dan sesuatu yang termulia
dalam hidupnya. Berikut adalah bukti kebahagiaan menurut Saleh dalam Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Saleh menganggap kebahagiaan itu lain artinya. Bahagia itu baginya tidak
sama dengan hidup yang senang. Baginya yang dinamakan bahagia itu dapat
menurunkan desakan hati, dapat mengembangkan tenaga, kecakapan
sepenuh-penuhnya, dan menyerahkan kepada yang terasa kepadanya yang terbesar
dan termulia dalam hidup ini. (halaman 31)
Kebahagaian juga dirasakan oleh Partadiharja. Dia rela
melakukan apa saja asalkan anaknya dapat bersekolah dan mencapai cita-citanya.
Partadiharja merasakan bahagia ketika ia melihat anaknya di kemudian hari
menjadi orang yang berpangkat tinggi, yang akan mengharumkan namanya. Bukti
kutipan tersebut sebagai berikut.
Di mana-mana semua orang tua membanting tulang mengumpulkan uang untuk
menyekolahkan anaknya. Segala keperluan di rumah dihematkan. Penghidupan di
kecil-kecilkan. Belanja seorang anak lebih besar dari suatu keluarga. Sekalian
korban itu dipikul oleh orang tua dengan sabar sebab di dalam hatinnya, ia
berharap melihat anaknya di kemudian hari menjadi orang yang berpangkat tinggi,
yang akan mengharumkan namanya. (halaman 33)
Selain itu, hedonisme juga dirasakan oleh Tuti. Dia
memiliki pandangan mengenai apa itu sebuah kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan
merupakan sesuatu pekerjaan yang mudah, pendapat yang besar, harapan yang baik
di kemudian hari, pendeknya hidup yang senang. Berikut kutipan tersebut.
Bertentangan itu hanyalah pendapat tentang bahagia tentang arti hidup kita
sebagai manusia. Bahagia itu adalah pekerjaan yang mudah, pendapat yang besar,
harapan yang baik di kemudian hari, pendeknya hidup yang senang. (halaman 31)
Kesenangan bagi Saleh adalah karena dia tidak senang akan
pekerjaan tenang dalam kantor, mengisi daftar hadir, menyalin surat, mengantuk
menanti pukul dua. Saleh lebih menyukai pekerjaan yang memang sesuai dan
menyenangkan baginya. Saleh juga merupakan seorang yang gembira, tajam
pikirannya, dan hidup hatinya. Berikut bukti dialog tersebut.
Ia seorang yang gembira, tajam pikirannya, dan hidup hatinya. Percaya saya bahwa
dia tidak senang akan pekerjaan tenang dalam kantor, mengisi daftar ini,
menyalin surat, dan mengantuk-ngantuk menanti pukul dua. (halaman 29)
Kebahagian hedonisme juga dirasakan oleh Maria. Menurut Maria
kebahagiaan itu datang ketika dia dapat mempertahankan rasa cintanya terhadap
kekasihnya. Walau kakaknya mencela cintanya kepada kekasihnya itu, dia tetap
terus mempertahankannya. Cinta Maria begitu besar terhadap kekasihnya itu, bahkan dia rela mati daripada bercerai dengan
kekasihnya. Maria juga rela menyerahkan seluruh nasib di tangan kekasihnya itu
dan tidak takut dijadikan seorang
sahaya. Berikut kutipan tersebut.
“Saya cinta kepadanya. Biarlah saya mati daripada saya bercerai dari dia.
Apa sekalipun hendak saya kerjakan baginya. Saya tidak takut dijadikan sahaya.
Saya tahu dia cinta juga kepadaku. Saya percaya kepadanya dan saya tiada sama
sekali merasa hina mengatakan cinta saya itu. Saya percaya kepadanya dan hendak
menyerahkan seluruh nasib saya di tangannya.” (halaman 86)
Hedonisme juga dialami oleh Tuti selama tinggal bersama
Saleh dan Ratna di Sindanglaya. Selama beberapa hari Tuti merasa senang karena
memperoleh pengalaman baru yang belum pernah terasa seumur hidupnya. Dia sadar
bahwa tempat itu berbeda dengan lingkungan pekerjaan sehari-harinya. Lingkungan
kerjanya dikelilingi oleh suara bising dan suasana yang tidak menyenangkan.
Berada di Sindanglaya dia mendapat ketenangan hati dan pikiran yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya. Dia melihat alam yang begitu indah, gunung yang
hitam padu, di sana-sini ditutup oleh selubung awan putih kekelabu. Hal itu
membuat Tuti sadar banyaknya kekurangan penghidupannya yang taat belajar dan
gelisah berjuang sebagai perempuan pergerakan selama ini. Berikut kutipan tersebut.
Setiap hari berdamping dengan alam yang seindah dan sedahsyat itu bentuk
dan rupanya, selaku mengalirlah sukma alam yang akbar dan suci itu ke dalam
kalbunya. Tuti merasa dirinya menjadi manusia baru yang lebih lapang hati dan
pikirannya. Sebagai gunung-gunung yang tinggi menghadap langit itu lantang
meninjau kesekelilingnya, demikian pulalah mengerti hatinya meninjau kepada
penghidupannya sendiri, nampak kepadanya dirinya bergerak dan berjuang bagi
yang merasa kepadanya dan selayaknya, tiada melihat ke kiri dan ke kanan, tiada
insaf akan tenaga-tenaga yang melindungi dan mengatasi tenaga manusia. (halaman
177)
Yusuf menggambarkan sebuah kebahagiaannya dengan cara
mengagumi semua yang ada pada diri Tuti, terutama tentang pemikirannya terhadap
perempuan. Bagi Yusuf, Tuti merupakan perempuan yang luar biasa serta
pendiriannya yang luar biasa. Sebagai pemuka pergerakan pemuda, Yusuf merasa semua
obrolan yang dilakukan dengan Tuti dapat menghidupkan semangatnya dan
menyegarkan pikiran serta hatinya.
Sebagai orang yang gembira hidup
dalam perkumpulan, sebagai pemuka pergerakan pemuda, percakapan yang demikian
menghidupkan semangatnya, menyegarkan pikiran dan hatinya. Nikmat ia mendengar
perempuan yang luar biasa itu memberikan teorinya, menggambarkan cita-citanya
yang lahir dari hati kecilnya. Tuti baginya sesungguhnya perempuan yang luar
biasa, tetap pendiriannya dalam segala hal. (halaman 69)
Selain itu, Tuti juga memiliki kesenangan terhadap Yusuf.
Tuti merasa begitu besar pengaruh Yusuf kepadanya selama berada di Sindanglaya.
Tuti bahagia karena bersama Yusuf dia memperoleh pengalaman baru. Pengalaman
itu ketika mereka berjalan-jalan keliling
kampung dan mengunjungi tempat yang indah. Mereka selalu berbincang-bincang
tentang berbagai soal dan masalah, saling bertukar pikiran tentang hubungan
alam dengan manusia, tentang Tuhan dengan dunia, tentang pergerakan perempuan,
serta tentang seni dan uang. Tidak jarang perdebatan dan pertengkaran terjadi
pada saat mereka bertukar pikiran. Meskipun Tuti tidak seia dengan Yusuf dalam
bertukar pikiran, namun Tuti tetap menerima pikiran dan pandangan Yusuf
terhadap pergerakan perempuan. Karena itulah Tuti menaruh perasaan penghargaan dalam
hatinya terhadap tunangan adiknya itu. Berikut kutipan tersebut.
“Betapa setimbang pendirian hidupnya, betapa lapang perasaan dan pikirannya
untuk menghargai keindahan dan kebenaran dalam berbagai penjelmaan. Dialah yang
memperlihatkan kepadanya segala keadaan dan kejadian di dunia dalam
perhubungannya yang lebih besar dan mulia. Kepada dialah ia belajar merasakan
kenikmatan alam waktu sama-sama berjalan-jalan di tengah-tengah sawah, di
kebun-kebun, waktu sama-sama melihat tamasya yang indah di tanah pegunangan
yang dahsyat itu.” (halaman 178)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar