Selasa, 03 Februari 2015

LANGKAH-LANGKAH BERBICARA DI DEPAN KAMERA



Agar kita dapat menyampaikan isi pembicaraan di depan kamera dengan baik, maka perlu kita persiapkan segala sesuatunya. Persiapan tersebut meliputi langkah-lagkah sebagai berikut.
1. Menentukan Topik dan Tujuan
Jika kita menentukan topik pembicaraan, maka kita harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
a. Topik yang kita pilih sebaiknya sudah kita ketahui serba sedikit dan kita mempunyai kemungkinan untuk memperoleh bahan dan informasi untuk melengkapinya.
b. Kita sebagai pembicara harus tertarik dengan topik yang kita pilih. Bila kita tidak tertarik dengan topik, maka persiapan yangkita lakukan tidak bisa optimal.
c. Topik yang kita pilih hendaknya menarik perhatian pendengar.
d. Tingkat kesulitan persoalan yang kita bawakan harus kita sesuaikan dengan tingkat kemampuan pendengar. Persoalan yang akan kita sampaikan jangan sampai melampaui daya tangkap pendengar. Sebaliknya jangan pula terlalu rendah, sebab dapat mengurangi perhatian pendengar terhadapisi pembicaraan kita.
e. Topik yang kita pilih hendaknya disesuaikan dengan waktu yang disediakan. Bila pembicaraan kita melampaui waktu yang ditentukan, dapat menimbulkan perhatian pendengar berkurang atau bahkan akan lenyap sama sekali.
f. Topik yang kita pilih jangan terlalu luas, melainkan harus kita batasi dan disesuaikan dengan waktu yang disediakan.
Tujuan pembicaraan di depan kamera bergantung pada keadaan dan keinginan kita. Secara umum, jika kita ingin berbicara di depan kamera, kita dapat membedakan tujuan pembicaraan atas lima kemungkinan yaitu:
a. Mendorong, jika kita berusaha memberi semangat, membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang kurang baik memilih alternatif tujuan yang ingin kita capai, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. 
b. Meyakinkan, jika kita berusaha mempengaruhi keyakinan, sikap mental dan intelektual para pendengar.
c. Berbuat atau bertindak, jika kita menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar.
d. Memberitahukan, jika kita ingin memberi informasi kepada pendengar agar mereka mengerti tentang suatu persoalan.
e. Menyenangkan, jika kita bermaksud menyenagkan pendengar.
2. Menganalisis Situasi dan Pendengar
Dalam menganalisis sesuatu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Maksud pengujung mendengarkan uraian.
b. Adat kebiasaan atau tata cara kehidupan pendengar.
c. Susunan acara, kita diberi kesempatan di awal, di tengah atau di akhir acara.
d. Tempat pembicaraan berlangsung di alam terbuka atau di dalam ruangan, ada tempat duduk atau tidak, ada pengeras suara atau tidak, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan Bahan
Setelah topik dipilih, tujuan dirumuskan, dan analisis situasi dan pendengar kita lakukan, tahap berikunya adalah kta mengumpulkan bahan pembicaraan yang diperlukan. Yang dimaksud bahan pembicaraan adalah semua informasi atau data yang diperlukan untuk mengembangkan topik pembicaraan kita. Bahan tersebut dapat berupa contoh-contoh, perbandingan, sejarah kasus, hubungan sebab akibat, pengujian atau pembuktian, angka-angka, kutipan-kutipan, dan sebagainya yang dapat mengembangkan gagasan.

4. Membuat Kerangka Uraian
Agar kita mudah dalam menyusun suatu uraian pembicaraan kita harus membuat kerangka uraian terlebih dahulu. Kerangka uraian yang dibuat itu sebaiknya kita buat terperinci dan tersusun dengan baik. Dalam kerangka tersebut, topik yang kita bahas kita bagi menjadi beberapa bagian. Kerangka yang kita buat menjadi pedoman bagi kita dalam berbicara, sehingga kita dapat berbicara secara sistematis.

5. Menguraikan Secara Mendetail
Uraian pembicaraan kita susun berdasarkan kerangka pembicaraan yang kita buat sebelumnya. Dengan kerangka yang terperinci dan tersusun baik, penguraian gagasan tidak akan mengalami kesulitan yang berarti. Teknik penyusunan uraian tersebut antara lain:
a. Dalam pengantar uraian perlu kita sampaikan suatu orientai mengenai apa yang akan kita uraiakan, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan setiap bagian itu.
b. Dalam memasuki materi uraian, kita harus menekankan bagian yang penting yang sudah kita kemukakan di awal orientasi.
c. Pada akhir uraian, kita menyampaikan ikhtisar seluruh uraian itu agar para pendengar dapat memperoleh gambaran secara bulat mengenai seluruh persoalan yang baru kita bicarakan.

6. Berlatih dengan Suara Nyaring
Sebelum kita tampil berbicara di depan kamera sebaiknya lebih dahulu mengadakan latihan dengan suara nyaring. Dengan melakukan latihan, kita akan dapat membiasakan diri dan menemukan gaya dan cara yang tepat. Di dalam latihan tersebut kita harus dapat membanyangkan seolah-olah sedang berbicara di depan para pendengar. Untuk latihan tersebut dapat kita lakukan dengan jalan menyendiri, apakah di tepi pantai, di kamar mandi, di depan kaca, di kamar tidur, dan sebagainya.

Angkatan Pujangga Baru



Ø  Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam angkatan Pujangga Baru adalah

1.    Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan Pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, pada tanggal 11 Februari 1908. Buku pertamanya adalah Tak Putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HIS Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan keperguruan tinggi, yaitu RHS (Recht Hoge School) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Master in de rechten (sarjana hukum). Selain itu, ia mengikuti kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan Filsafat.
Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, bahasa dan budaya sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dalam ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisan Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya  yaitu Dian Tak Kunjung Padam (1932), Layar Terkembang ( 1936), Anak Perawan Di Sarang Penyamun (1941), Grota Azzura (1970), tebaran Mega, Kalah danMenang (1978), Puisi Lama (1941), dan Puisi Baru (1946).Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra adalah Tatabahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke filsafat (1946) dan lain-lain.
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir menuangkan gagasan dalam memajukan masyarakat, terutama memajukan  peranan kaum wanita. Cita-cita Takdir digambarkan melalui tokoh Tuti sabagai wanita Indonesia yang berpikiran maju dan aktif dalam pergerakan wanita. Layar terkembang  merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.

           2.    Amir Hamzah
Amir Hamzah dilahirkan pada tanggal 28Februari 1911 di Langkat Hulu, Sumatera Utara. Ia putra dari tengku  Muhammad Adil yang menjadi pangeran, wakil sultan, di Binjai. Mula-mula Ia bersekolah di HIS kemudian MULO di Medan, yang kemudian pindak ke MULO Jakarta. Sebelum menamatkan sekolahnya itu, ia dipanggil oleh pamannya dan dinikahkan dengan Tengku Putri Kamaliah, putri Sultan Langkat. Terpaksa ia meninggalkan sekolahnya dan kekasihnya. Karena peristiwa itu, ia merasa sunyi dan sepi. Keunyian dan kesepiannya itu tertuang dalam kumpulan sajaknya Nyanyi Sunyi.
Di Langkat, Amir Hamzah menjadi hulu negeri. Ketika terjadi revolusi sosial tahun 1946, ia diculik dan dibunuh beserta sejumlah keluarga Kesultanan Langkat lainnya. Oleh pemerintah, Amir Hamzah diangkat sebagai pahlawan nasional.
Amir Hamzah tergolong penyair religius (karya-karyanya bersifat keagamaan) yang produktif. Karangan-karangan Amir Hamzah yang tersebar di berbagai majalah dikumpulkan oleh H.B Jassin dengan judul Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963).
Karya Amir Hamzah kebanyakan berupa kumpulan sajak. Karya-karyanya, antara lain:
1.    Nyanyi Sunyi (1937)
2.    Buah Rindu (1947)
3.    Setanggi Timur (1939)
4.    Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-Tokohnya (1941)

            3.    Armijn Pane
Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi pada tanggal 18 Agustus 1908. Mula-mula ia bersekolah di HIS Sibolga dab Tanjungbalai, kemudian ke europeesche Lagere School (ELS) di Sibolga dan Bukittinggi. Pada tahun 1923 ia melanjutkan sekolah ke STOVIA di Jakarta, dan pada tahun 1927 pindah ke NIAS di Surabaya. Karena keingginannya untuk mendalami bahasa dan sastra terlalu besar, ia kemudian pindah sekolah ke AMS Solo. Setelah itu, ia bekerja di perusahaan surat kabar di Jakarta dan Surabaya, dan menjadi guru bahasa dan sejarah pada sekolah kebangsaan di Kediri dan Jakarta. Pada tahun 1933, Armijn Pane bersama STA dan Amir Hamzah menerbitkan majalah Pujangga Baru.
Armijn Pane banyak menulis sajak, cerpen, roman, dan drama yang dimumat dalam berbagai majalah, terutama majalah Pujangga Baru. Dalam bidang karang-mengarang, Armijn Pane bisa menggunakan nama samaran Adinata, A. Jiwa, A. Mada, A. Panji, Empe, Karnoto.
Karyanya yang dinilai paling berhasil adalah romannya yang berjudul Belenggu (1940). Roman ini menceritakan kehidupan rumah tangga seorang dokter yang kurang harmonis karena antara suami dan istri tidak mau saling mengerti kepentingan pasangan hidupnya sehingga masing-masing berusaha. Mencari kepuasan di luar rumah.
Karya-karya Armijn Pane yang lain:
1.    Kisah Antara Manusia (kumpulan cerpen, 1953)
2.    Jinak-Jinak Merpati (kumpulan andiwara, 1954)
3.    Gemelan Jiwa (kumpulan sajak, 1960)

Karya-karya terjemahannya:
1.    Habis Gelap Terbitlah Terang (terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht, 1938)
2.    Ratna (saduran drama Nora karya Ibsen, 1943)

Ø  Sinopsis

Keberadaan Angkatan Pujanga Baru tidak dapat dipisahkan dari sejarah berdirinya majalah Pujangga Baru. Sekitar tahun 1920-an di Indonesia sudah terbit beberapa majalah, seperti Sri Pustaka, Panji Pustaka, dan Jong Sumatra. Majalah-majalah tersebut yang memuat karangan-karangan berupa cerita, sajak dan karangan-karangan tentang sastra. Namun demikian, belum terbit majalah yang khusus memuat artikel-artikel tentang tentang kebudayaan dan kesusastraan. Oleh karena itu, timbul keinginan para pengarang untuk menerbitkan majalah khusus kebudayaan dan kesusastraan. Keinginan tersebut baru terwujud pada tanggal 21 Juli 1933, yaitu dengan terbitnya nomor pertama majalah pujangga baru. Tokoh-tokoh pendiri majalah tersebut adalah Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisyahbana.

ANALISIS PUISI "KETIKA LANGIT DAN BUMI TAK LAGI TERBAYANGKAN" KARYA LEON AGUSTA



Ketika Langit dan Bumi tak Lagi Terbayangkan
Karya: Leon Agusta


Apakah aku terlihat siang atau kabut atau debu-debu
Tak tahulah. Sungguh tak lagi terbayangkan
Tapi barangkali ketika itu di suatu senja yang asing
Aku pernah punya wajah buat dikenal. Wajahku
Barangkali ketika itu aku hendak mengenangnya
Sebagai tanda dari perkenalan yang diterima
Sebagai tanda dari percintaan yang selesai buat mencipta
Atau barangkali pernah pula ada perkenalan yang lain
Namun segalanya jadi lupa. Tak lagi terpikirkan. Pula
Bagaimana aku kan tahu sekiranya masih ada saat dan ketika
Masih meniti nafas dalam kesendirian yang lemas indera
Bahkan maut pun tak tersapa dan cinta pun tiada bangkit
Cuma, ada perasaan kehilangan yang melaju. Melaju.
Kehilangan di daerah pengasingan. Terhantar di sini
Dalam segala tak lagi punya warna atau ungkapan
Ketika langit dan bumi tak lagi terbayangkan


Analisis Puisi
1.    Judul
Puisi berjudul  Ketika Langit dan Bumi tak Lagi Terbayangkan ini menggambarkan suatu keadaan yang dialami oleh penyair. Kata ‘ketika’ merupakan keterangan waktu yang menunjukkan keadaan yang terjadi. Kata ‘langit’ dan ‘bumi’menunjukkan tempat terjadinya. Bumilah penyebab segala yang terjadi. Frase /tak lagi terbayangkan/ mengandung makna akibat, artinya akibat dari segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi.  
Jadi arti keseluruhan judul puisi Ketika Langit dan Bumi tak Lagi Terbayangkanadalah jika manusia yang ada di muka bumi ini tak lagi bermoral dan hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, maka langit dan bumi tak terbayangkan apa yang akan terjadi nanti. Langit dan bumi tak lagi memiliki ungkapan, tak berwarna dan tak lagi bermakna bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya.Segala yang terjadi adalah ulah manusia itu sendiri. Ia lebih mementingkan kehidupan dunia dibandingkan kehidupan akhirat.
Judul dan isi puisi saling berhubungan. Penyair sengaja membuat judul puisi ini secara tersurat agar pembaca dengan mudah memahami isi yang terkandung dalam puisi tersebut. Jika sebuah puisi itu tidak memiliki judul, maka tidak akan ada ketertarikan seorang pembaca untuk membaca puisi. Namun, seandainya sebuah puisi itu tanpa judul puisi itu masih bisa memberikan kesan terhadap keseluruhan makna puisi tersebut. Mungkin alasan penyair karena tidak ingin menonjolkan sesuatu yang berlebihan mengenai isi puisi tersebut atau penyair hanya ingin mengungkapkan sesuatu tanpa perlu diberi judul.
Seorang yang ingin memahami sebuah puisi hal pertama yang dilakukan adalah memahami makna keseluruhan  puisi itu melalui judul, kemudian memahami isi. Pembaca juga harus teliti dalam memahami judul karena tidak semua judul itu tersurat namun ada pula  judul yang tersirat. Dengan melihat dan memahami judul kemungkinan gambaran keseluruhan makna atau keunikan sebuah puisi akan terbuka. 
2.    Kata Dominan
Dua kata dominan yang terdapat di dalam puisi ini adalah kata ‘aku’ dan kata ‘tak lagi’. Kedua kata ini digunakan beberapa kali di dalam puisi karya Leon Agusta tersebut. Kata ‘aku’ merupakan kata ganti untuk memperlihatkan atau menonjolkan diri sendiri. Kata ganti yang terdapat di dalam puisi digunakan untuk mengusut siapa yang ada dan siapa yang mengucapkan kalimat yang ada di dalam puisi tersebut. Dengan jelasnya siapa yang dimaksud kata ganti tersebut maka dengan lebih mudah puisi itu dipahami. Kata ganti adalah kata yang berfungsi menggantikan orang, benda, atau sesuatu yang dibendakan. Kata ganti dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu kata ganti orang, kata ganti petunjuk, kata ganti yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu, kata ganti kepunyaan, dan kata ganti penghubung. 
Dalam puisi ini kata ‘aku’ menunjuk kepada penyair sedangkan, kata ‘tak lagi’ mengandung makna sama sekali dan betul-betul. Artinya dalam puisi inisama sekali tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika langit dan isi seluruh bumi tak lagi bersahabat, kehidupan tak lagi berwarna dan manusia tak lagi bermoral. Mungkin ini merupakan salah satu ciri-ciri akan datangnya hari akhir. Hari akhir yang akan menghancurkan seluruh isi bumi seperti kapas-kapas yang berterbangan.
Kata ‘aku’ di dalam puisi ini merupakan suasana keseluruhan dari puisi karya Leon Agusta. Ia ingin menggambarkan dirinya berada dalam puisi karena keseluruhan puisi itu merupakan gambaran hati, pikiran, dan perasaan yang sedang dialaminya.Ia menggambarkan dirinya di dalam puisi dengan menggunakan kata ‘aku’ tanpa menggunakan kata ganti lainnya, seperti ‘dia’, ‘kamu’, ‘kami’, dan ‘mereka’.  Jika ia menggunakan kata ‘dia’, maka ia bukan menggambarkan dirinya melainkan menggambarkan orang lain.
3.    Makna Konotatif
Makna konotasi adalah makna yang mengalami perubahan dari makna asalnya dan sering disebut sebagai makna kiasan. Makna konotatif  inilah yang membuat sebuah puisi terlihat menarik. Nilai estetika puisi itu pun sangat tinggi. Penggunaan kata bermakna konotatifmembuat pembaca penasaran dengan makna yang terkandung di dalam kata itu. Banyak kata bermakna konotatif yang dapat digunakan dalam membuat sebuah puisi. Tetapi tidak semua kata itu dapat digunakan, karena harus sesuai dengan isi  puisi yang dibuat. Penggunaan kata bermakna konotatif yang berlebihan juga tidak baik karena tidak semua orang mengerti dengan makna kata tersebut. Hal itu akan menyebabkan pembaca menjadi bingung dengan puisi yang ia baca kemudian tidak ada lagi ketertarikan untuk membaca puisi tersebut.
Kata bermakna konotatif  yang terdapat di dalam puisi ini  adalah /maut pun tak tersapa/ dan /cinta pun tiada bangkit/. Berdasarkan logika dan makna harfiah ungkapan di dalam puisi tersebut tidak relevan. Namun, dengan adanya makna konotatif  ini sebuah puisi akan terlihat dan terdengar indah karena penyair membuat pembaca menjadi penasaran tentang makna apa yang terkandung dalam kata itu. Seperti /maut pun tak tersapa/ jika kita pahami tidak mungkin maut berhubungan dengan kata tersapa yang mana kata tersapa ini biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari, jadi artinya maut tak dihiraukan. Penyair tidak menghiraukan jika suatu saat maut menjemputnya karena kematian adalah kehendak Tuhan. Kemudian /cinta pun tiada bangkit/, kata’ bangkit’ mengandung arti hidup. Yang dimaksud hidup adalah cinta itu. Cinta merupakan ungkapan dari dalam isi hati seseorang. Jadi makna keseluruhan dari kata /cinta pun tiada bangkit/ adalah cinta itu tidak ada lagi karena cinta itu sudah mati dan tidak akan hidup kembali. Penyair tidak lagi memikirkan mati dan cinta karena ia merasa hidup sendiri di dunia ini. Ia merasa diasingkan dan ia hanya ingin mengenang segala yang terjadi. Ia ingin berdiri sendiri di daerah pengasingan.
 4.    Makna yang Terungkap
Orang yang berbicara dalam puisi itu adalah penyair itu sendiri. Ia berbicara tentang sesuatu yang dialaminya. Ini terlihat pada larik /Apakah aku terlihat siang atau kabut atau debu-debu / /Tak tahulah. Sungguh tak lagi terbayangkan/ /Dalam segala tak lagi punya warna atau ungkapan/ /Ketika langit dan bumi tak lagi terbayangkan/. Leon Agusta secara jelas menuliskan larik tersebut agar pembaca dapat mengerti tanpa harus mencari makna tersirat lainnya. Makna pada larik tersebut mudah dipahami apabila pembaca dengan benar memahaminya.  Makna tersebut ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman seorang penikmat puisi.
Dengan melihat larik tersebut kita tahu bahwa puisi itu berbicara tentang keadaan yang terjadi di bumi. Semua karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Tak terbayangkan lagi jika langit dan bumi tak lagi punya warna atau ungkapan. Tak terbayangkan pula jika manusia tak lagi bermoral.
Melalui puisinya ini, Leon Agusta memberikan peringatan dan gambaran kepada manusia tentang sesuatu yang terjadi di langit dan bumi. Leon menginginkan manusia segera berubah dan memperbaiki semua yang terjadi menjadi lebih baik sebelum semuanya berubah. Segala sesuatu tak lagi terbayangkan. Kehidupan terus berputar, manusia yang tinggal di bumi pasti bisa merubahnya.
Melalui puisi Leon Agusta ini kita dapat belajar tentang kehidupan. Kita tahu bahwa tidak selamanya bumi akan tetap utuh. Roda kehidupan akan terus berputar. Manusia yang tinggal di muka bumi ini akan semakin pintar terbukti dengan berbagai macam teknologi yang bisa kita lihat dimana-mana. Namun, manusia itu sendirilah yang akan menghancurkan bumi ini.
Semua yang terjadi bisa diatasi jika manusia ada kemauan untuk berubah dan tetap menjaga langit dan bumi ini sampai generasi berikutnya.
5.    Parafrase
Parafrase puisi ini adalah: Ia tak mengerti pada wajah yang dikenangnya, tanda perkenalan, tanda percintaan, semua jadi lupa, dalam kesendirian, maut tak tersapa, cinta telah mati, perasaan hilang di daerah pengasingan, tak lagi punya warna dan ungkapan, langit dan bumi tak lagi terbayangkan.