Minggu, 01 Februari 2015

TENTANG TANAH BORNEO




1.1    Sumpah Setia dalam Jabatan
Dalam sumpah setia suku Dayak syarat yang harus disediakan: Rotan, beras, abu dapur, garam, kayu persegi (untuk tempat potong rotan), kunir, dan minyak kelapa.
Sebelum sumpah dilaksanakan, terlebih dahulu orang yang akan disumapah berdiri menghadap matahari terbit, dan orang yang akan melaksanakan upacara  setia menaburkan beras. Maksud penaburan beras ialah memohon kepada Hatalla Raja Tuntung Matanandau Kanaruhan Tambing Kabanteran Bulan yang berada dilangit ketujuh agar medengarkan sumpah janji setia orang yang akan disumpah.
Setelah itu orang yang bersumpah berdiri menghadap terik matahari terbenam dan kemudian orang yang melaksanakan upacara sumpah setia menaburkab abu, garam, dan beras dibelakang orang yang bersumpah. Pada saat itu kata-kata yang menyatakan janji/sumpah diucapkan yang dalam bahasa Indonesia artinya: “Kalau yang bersumpah ini pra-pura dan tidak bekerja dengan jujur, rajin, setia, terhadap pemerintah, maka sebagai abu yang terbang berhamburan dibawa oleh angin, maka begitu juga penghidupannya nanti akan sia-sia dan terkutuk, begitu juga dengan garam ynag hancur dan terbang menguap, kalau dia tidak jujur dan setia melakukan kewajibannya, hidupnya akan hancur seperti garam itu”.
Setelah itu orang yang bersumpah duduk dengan menghadap matahari terbit dengan tangan sebelah menyebelah memegang rotan, dan sebelu rotan dipotong, orang yang melaksanakan upacara sumpah berkata, yang dalam behasa Indonesianya berarti: “Kalau orang yang disumpah tidak setia dan rajin terhadap pemerintah maka seperti rotan yang dipotong dengan parang dan terbagi dua, begitu juga nanti nyawanyaakan terputus dengan sewaktu-waktu dan tidak akan selamat hidupnya.
Kalimat yang diucapkan pada saat menyumpah dalam bahasa Dayak Kuno (Sangen). Sambil menabur beras:
“Ehem behas, memperinjetku ganam, salumpuk kilau riak hendan bulau, manparuguhku labatan pananterursam ruwan lantin rabia, lampang kamaitan gulung manarusan langir timbuk kajayam, bersikap mementas hawun, amnuntung riwut, rawaiku manabing salatan tisuiku, mangat manyemabang Raja Tuntang Matanandu Kanaruhan Tambing Kabanteran Bulan, Mangar ie mahining balau tamapak bangkele, manyantuh rantunan taduke manahing raiwe hayak manantuneng batantar sumapah tingang. Amun toh hangga auh tanjaru dia toto, tatarawang kilau kawu , lenyuh kilau uyah, bagetu kilau eui, amun ie hanggap aoh toto, te aluh jari bulau untung panjang, rabia nyame ambu jari sapaungut belum, sapaling tahaseng jari penyang penundung tarung patarung seriangkat tinting”.

2.2  Kumpulan Nyanyian
Daerah Kalimantan memiliki berbagai kebudayaan. Salah satu kebudayaan itu ialah kumpulan lagu atau nyanyian-nyayian yang sudah jarang sekali kita dengar. Adapun beberapa nyanyian-nyanyian itu adalah sebagai berikut.

2.2.1   Lagu  Leleng
Lagu leleng biasanya dinyanyikan sambil menari leleng dan syainya digubah sendiri secara spontan dan disesuaikan dengan suasana saat itu. Bahasa yang digunakan saat menyanyi lagu leleng ialah bahasa Dayak Kenyah yang antara lain:
Contoh lagu leleng
Leleng-leleng utan along 2X leleng.
Tyang ma’kumbin telu katai sa’o sungai
Sa o sungai limun kanan.
Reff:
Leleng-leleng utan along 2X leleng
Tyang kuwa telu tyang nyabai tira
Nyabai tira kusun lasan.
Leleng-leleng utan along 2X leleng
Tyang kuwa telonaat hamban
Naat kenai kapan madang.
Cacatan:
Leleng artinya keliling
Utan Along artinya nama gadis manis tanpa ayah

2.2.2   Baratabe
Barate merupakan nyanyian-nyanyian yang sifatnya menyabut kedatangan para tamu. Contoh lagu Kalimantan, salah satu contohnya syair lagu dalam bahasa Dayak.

Kalimantan pulau itah,
Hong kahalap kahai,
Manangkalau bilak lepah,
Kare pulau handiai.

Bukite gantung petake randah.
Lungkoh luau handiai.
Uras aton bara kahalape.
Gunae paham haliai

Kilau uhat huang bereng
Tumon jete handiai
Kareh sungei intu petak,
Alohe korik alohe hai

Taluh imbul awi awie
Impajewong danom aie,
Sampai dia tau hayang
Gawin oloh mimbul te.
Tinai huang parak kayu.
Tarasundau handiai
Taloh ice halajur payu
Akan itah handiai.

Kayu lanan berangbungkan
Kayu plepek rasak te,
Lilin, sambun tuntang hangkang,
Madu ain bajanyi te.

Arti syair dalam Bahasa Indonesia:

Kalimantan pulau itah
Yang indah serta mulia
Melebihi dari yang lain semuanya,
Segala pulau yang ada.

Bukitnya tinggi tanahnya rendah
Lengkap dengan jurang semuanya
Semua ada kebaikannya,
Gunanya pun besar sekali,

Bagaikan urat di dalam daging.
Seperti itulah juga adanya.
Banyak sungai didalam sungainya.
Baik kecil walaupun besar

Tanam-tanamannya hidup subur
Subur dipupuk oleh airnya
Hingga tidak akan jadi sia-sia
Pekerjaan usaha orang tuanya

Serta di dalam hutan
Semuanya ada kedapatan,
Barang yang selalu tersedia dan laku
Untuk kita penghuni semuanya

Kayu lanan berang Bungkan,
Kayu plepek rasak sejenisnya,
Lilin, sambun

2.2.3   Kandayu Manyarah Sangku Sangku Tambak Baja
Kendayu merupakan nyanyian suci umat Keharingan yang dinyanyikan bersama-sama pada saat melakukan Upacara Persembahan/Basarah. Kendayu ini berisikan ungkapan tentang maksud dan tujuan upacara persembahyangan basarah, dengan maksud menyerahkan Sangku Tambak Raja beserta segala isisnya kepada RANYING HATALLA LANGIT melalui persembahyangan basarah.
Kemudian kita memohon kepada RANYING HATALLA LANGIT agar dapat memberi sinar suci kekuatannya bagi kehidupan manusia agar dalam menjalani kehidupan ini senantiasa mendapat bimbingan dalam berpikir yang baik, berkata yang benar serta berbuat yang baik pula. Adapun nyanyian-nyanyian itu adalah sebagai berikut.
1.      Sangku tambak hai Pahalendang,
Basuang behas parai manyangen tingang,
Rukun tarahan giling-pinang,
Inihang luhing dandang tingang.
2.      Sangku tambak hai baguna,
Inyarah bentuk balai paseban raja,
Taharep ulun bakas tabela,
Manumun peteh Ranying Hatalla.
3.      Sangku jetuh basuang behas,
Pambelum inyarah dia bara tikas,
Dengan Hatalla i-laku ka-abas,
Hambaruan salamat bereng barigas.
4.      Hetuh itah uras menyaksi,
Ranying Hatalla te puna ati,
Biti bereng daha dan isi,
Bakas tabela hatue bawi.
5.      Hetuh itah manyarah sangku,
Panungkup utus je Raja Bunu,
Tutuh kameluh balimut batu,
Peteh hajamban Raja Uju.
6.      Hatalla Nangkilik Jata Nanggera,
Narui peteh sangga tatamba,
Nyalupu sangku tambak raja,
Akan Kaharingan sahapus dunia.
7.      Sangku inyarah manumun peteh,
Uka itah uras menteng ureh,
Alu utus je keuh-kueh,
Bereng barigas kahaban keleh.
8.      Itah manyarah dia malayan,
Dengan Hatalla ije katamparan,
Uka manenga nyalung Kaharingan,
Ingkes intu behas hambaruan.
9.      Sangku inyarah intu baun,
Sangku inpunduk intu hunjun,
Narai i-laku inenga dinun,
Tuah rajaki uras atun.
10.  Sangku inyarah dengan bagulung,
Behas imintih bangkusan tinpunh,
Panyalumpuk entang penyang hatampung,
Sama belum tatau manyambung.
11.  Sangku inyarah kalutuh helu,
Imapui manyan sangku inggaru,
Lampang ewau je mangat tutu,
Mukei kuasan je raja uju.
12.  Hetuh itah je sama mite,
Intu bentuk je biti are,
Behas je-intih hariten pire,
Tanda panenga pasti tege.
13.  Hetuh itah uras mingat,
Pasin hatalla batang salamat,
Aluh narai bewei kahimat,
Gawi manjadi hayak imberkat

2.3 Kumpulan Mantra
Di daerah kalimantan terdapat beberapa mantra-mantra sebelum melakukan sesuatu. Mantra-mantra tersebut mempunyai tujuan dan keguanaan yang berbeda-beda. Adapun mentra-mantra tersebut adalah sebagai berikut.

1.3.1   Mantra Hpa Main Silat
Adapun isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Hai semar luna luning
Mengambil kearah semar
Ah karah
Ah cahaya
Runtuh hati si sanduhur raja kulim
1.3.2   Mantra Pahampul
Adapun isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Tik kulah Karim iram imanai kul alam embus bumi genjang langit.
1.3.3   Mantra Hapa Kelahi
Adapun isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Kulu napsin jaya ikatil maut taukar haruntung kilat.

1.3.4   Manajah Antang
Manajah antang berarti memanggil antang (elang) agar memberikan empat syarat atau pertanda kepada manusia. Bila suku Dayak akan pergi berperang terlebih dahulu mengadakan upacara memanggil antang yang dilakukan oleh seorang yang ahli dalam bidangnya. Caranya: dalam suatu tanah lapang diletakkan dua salugi yang satu mengarah ke matahari terbit dan yang satu lagi mengarah kearah matahari terbenam. Yang mengarah ke matahari terbit digantungkan kayu api dan yang mengarah kematahari terbenam digantungkan sawang/jenjuang. Dengan memanggil nama burung elang yang dimaksud, dan setelah diadakan upacara dan pembacaan mantera oleh seorang yang ahli dalam bidangnya, elang tersebut akan memberi alamat/pertanda. Bila akan berangkat perang, dengan manajah antang akan dapt diramalkan siapa pemenang dan siapa yang akan kalah dalam peperangan. Bila yang diminta adalah elang dari Hulu Kahayan, maka yang akan datang adalah elang dari arah sebela Kapuas. Bila elang terbang diarah salugi yang diletakkan sebelah timur, berarti akan menang dalam peperangan tetapi bila elang terbang diatas salugi yang diletakkan sebelah barat,berarti akan kalah dalam peperangan. Bila ingin mengetahui keadaan orang sakit dapat sembuh atau tidak dengan cara manajah antang dan apabila elang terbang dengan sayap yang tidak bergerak yang disebut menari diatas salugi berarti sisakit akan segera sembuh, akan tetapi bila elang terbang diatas salugi dan tiba-tiba menangis dan seolah-olah menjatuhkan diri diatas salugi, menandakan bahwa sisakit sudah tidak dapat ditolong lagi dalam arti akan segera meningal dunia. 
Adapun mantera yang didigunakan sebelum peperangan dimulai, Tamanggung Rambang dan Tamanggung Ringkai terlebih dahulu manajah antang. Kalimat yang diucapkan:

Bahasa Sangen:
Amun Ringkang Rambang akan manang
Kawung Naang, kundang tinggang
Tunju patinjo ico hila kutau
Amun aru daun sawang dandang tinggang.
Kawung manari hoto tori, akan ngoik ngiki-ngiki
Amun Rengah Ringkang Rambang akan kalah
Narai tutor tangis tingang
Nari patinjo tonggo miring pondok apoi

Bahasa Dayak Ngaju:
Amun Ringkang Rambang akan manang.
Amun Anatang tarawang kilau tarawang tingang.
Manintu panunjuk ije hila gantau.
Amun tege imenteng dawen sawang dandang tingang
Anatang manari dia hakipak, sambil manguik
Amun Ampie Ringkang Rambang akan kalah
Tingang manari sambil menangis
Manintu patinju ije imenteng pondok apoi.

Bahasa Indonesia:
Kalau Ringkang Rambang akan menang.
Kalau Elang terbang seperti Enggang terbang.
Manuju patunjuk yang sebelah kanan
Kalau ada diikat daun sawang dandang tingang
Elang menari tanpa gerak sayap, sambil bersuara kuik-kuik
Kalau kelihatannya Ringkai Rambang akan kalah
Enggang manari sambil menangis
Menuju petunjuk yang diikat bara api.

2.4 Upacara Keagamaan
2.4.1 Pengertian Tandak
            Dalam pelaksanaan upacara agama hindu kharingan banyak menggunakan “tandak”. Tandak digunakan sebagai media untuk menyampaikan doa, mantra, ayat-ayat suci dan pujian-pujian kepada Ranying Hatalla Langit. Tandak merupakan contoh lagu dan merupakan wahyu dari Yang Maha Kuasa melalui orang “turun sangiang” yang mempunyai kesaktian. Biasanya orang tersebut secara tidak sadar mengucapkan kata-kata atau kalimat dengan lancar ketika dilagukan dengan menggunakan lantunan suara yang diyakini memiliki kekuatan. Apabila diperhatikan irama lagu (tandak) sangat banyak jenisnya.
2.4.2 Fungsi Tandak
            Apabila doa, mantra, ayat-ayat suci dan pujian-pujian itu disampaikan dengan tandak, maka akan terdengar cirri khas yang unik lebih menarik bila dibandingkan dengan tidak menggunakan tandak. Penyampaian atau pengucapan melalui tandak akan menimbulkan gema suara yang menyentuh perasaan dan hati para pendengar sehingga terasa lebih hening dan sangat sesuai dengan santapan rohani bagi para pemeluk agama hindu kaharingan. Dengan demikian fungsi tandak adalah sebagai sarana atau media komunikasi bagi umat hindu kaharingan dan menyampaikan doa, mantra, puji-pujian, dan ayat-ayat suci.

2.4.3 Arti dan Makna dari Masing-Masing Jenis Tandak Basarah
a.       Tandak Manggaru Sangku Tambak Raja.
Nggaru-Manyangku kanapatau sangku tambak raja, je bahalap basuang behas parei manyangen tingang kahalap ingarambang hapan gilang pinang, hambalat awi rukun tarahan, basingah bulau pungkal raja rabia tisik tambun, ije bahalap ineras hapan bulau hambaruan ije bungkusan timpung, maluhing hapan dandang tingang ije kadandang tuh inyarah ikei akam Ranying Hatalla Langit Tuhan tambing kabanteran bapager hintan, sahur barangantung langit, parapah baratuyang hawun. Basa bitim raja ije mahunjun bara raja awing beken, jatun bara tikas kuasam. Mangat kare kahandak ikei uras tau manjadi kilau gawim junjun helu huran je manjadian sahapus kalunen, sahapus batang danum injam tingang rundung nasih napui burung uka behas bulau hambaruan, ije mungkus hong bungkusan timpung, uka hariaten halawu benteng barintih hila upun tundu.
Sahey.

Artinya:
      Kusucikan sangku ini dengan asap dupa, garu manyan untuk menumbuhkan ketenangan pikiran. Sangku ini berisikan beras, giling pinang,rukun tarahan, singah sangku, satu bungkus beras hambaruan dan dandang tingang sebagai lambing kehidupan manusia. Sarana ini dipersembahkan kehadapan Ranying Hatalla beserta manifestasi-Nya, karena ia yang maha tinggi menguasai segala-galanya dan maha sempurna. Supaya segala yang kami kehendaki dapat terkabul sesuai kehendak-Mu yang maha suci member kepada kami dengan pertanda dalam beras hambaruan ini hariten ditengah-tenga beras dan barintih di ujung beras.
Semoga damai selalu.

Maknanya: “Sebuah ucapan mantra suci mengandung doa untuk memohon berkat serta perlindungan dan sebagai persembahan suci yang tulus iklas kepada ranying hatalla beserta manifestasi-Nya”.

2.5   Kumpulan Legenda

Tamanggung Amai Rawang Manajah Antang

            Legenda Tamanggung Amai Rawang Manajah Antang, merupakan legenda di Desa Upun Batu atau Tumbang Manange di hulu Kahayan yang menceritakan berdirinya Kuta atau Benteng diatas Batu Suli Puruk Tamanggung.
Pada suatu hari, disaat semua orang di Desa Upun Batu atau Tumbang Manange sedang berada di ladang karena pada saat itu memang sedang musim panen, tanpa disangka datanglah segerombolan Kayau dari suku Ot menyerang desa tersebut. Disaat serangan terjadi, yang ada hanyalah beberapa orang kaum perempuan yang sedang mencuci pakaian dipinggir sungai Kahayan. Salah satunya adalah Nyai Inai Rawang istri dari Toendan yang bergelar Tamanggung Amai Rawang.
Akibat serangan tersebut, banyak yang mati, terluka maupun melarikan diri. Disaat Tamanggung Amai Rawang beserta adiknya Tewek yang bergelar Singa Puai pulang dari ladang, terkejutlah mereka melihat keadaan yang telah terjadi. Maka disuruhnyalah Singa Puai untuk memanggil kembali kakak mereka yang tertua yang bernama Ucek beserta semua orang yang sedang bekerja diladang untuk mengadakan pembalasan.  Namun malang, ternyata gerombolan Kayau tersebut setelah menyerang kaum perempuan yang ada di Desa Upun Batu atau Tumbang Manange, mereka juga datang menyerang orang-orang yang sedang bekerja diladang, sehingga banyak mati dan terluka parah. Dan sebelum gerombolan Kayau tersebut pulang, mereka sempat berpesan bahwa dalam tempo tujuh hari lagi mereka datang kembali.
Bila warga desa Upun Batu atau Tumbang Manange ingin selamat, mereka harus menyerahkan harta kekayaan mereka dan rela dijadikan budak.Namun bila mereka tidak mau menyerahkan harta benda, maka mereka akan dibunuh semuanya. Sebagai tanda ancaman tersebut, tertancaplah sebuah Sampalak, yaitu tanda bahwa daerah tersebut akan diserang atau di Kayau.
Kini tinggallah Tamanggung Amai Rawang beserta saudara-saudaranya dan segelintir warga desa yang tersisa, duduk termenung memikirkan bencana yang baru saja menimpa mereka. Ingin mengadakan pembalasan, apa daya kekuatan sudah tidak ada lagi.
Sehingga akhirnya muncullah ide untuk Manajah Antang, yaitu upacara memanggil burung Elang yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari para Antang Patahu, yaitu roh-roh leluhur yang bertugas sebagai dayang penunggu wilayah untuk meminta petunjuk dan pertolongan.
Tidak beberapa lama, upacara Manajah Antang pun dilakukan. Berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh para Antang Patahu, bahwa Tamanggung Amai Rawang haruslah mendirikan kuta ataupun benteng diatas bukit batu yang terletak di tengah sungai, berseberangan dengan desa Upun Batu atau Tumbang Manange.
Apabila musuh datang dari arah matahari terbenam, maka mereka harus lari, sebab menandakan mereka akan kalah. Namun bila musuh datang dari arah matahari terbit, itu berarti mereka akan menang. Dan Tamanggung Amai Rawang tidak boleh mencabut senjata mandaunya untuk menghalau musuh. Ia cukup duduk diatas gong sambil menonton apa yang terjadi, sebab para Antang Patahulah yang akan berperang baginya.
Ternyata, pada hari yang telah ditentukan, datanglah gerombolan Kayau untuk menyerang kembali Desa Upun Batu atau Tumbang Manange. Mereka datang dari arah matahari terbit dengan tampang yang ganas. Namun, sebelum mereka dapat menyentuh Tamanggung Amai Rawang, mereka sudah berjatuhan karena diserang oleh para Antang Patahu. Gerombolan Kayau tersebut takluk dan bersedia menjadi pengikut dari Tamanggung Amai Rawang.
Desa Upun Batu atau Tumbang Manange, akhirnya menjadi aman tentram kembali seperti dahulu kala berkat pertolongan para Antang Patahu yang adalah pengejawantahan dari pertolongan Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud jawaban dari upacara Tamanggung Amai Rawang Manajah Antang.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar