Minggu, 01 Februari 2015

KEBIJAKSANAAN DAN PERENCANAAN BAHASA



2.1 Kebijaksanaan Bahasa
Kebijaksanaan bahasa dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhn masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijaksanaan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda.
Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa tidaklah sama, sebab tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ad satu bahasa saja cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Tetapi di negara-negara yang terbentuk dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu.
Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingua franca di seluruh Nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia dan memberinya nama Bahasa Indonesia. Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut Soempah pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak. Kemudian penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karena itu, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa. Bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat komunikasi intrasuku. Bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi antarbangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan. Pengambilan keputusan dalam kebijaksanaan bahasa oleh para pemimpin negara untuk menetapkan suatu bahasa yang akan digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan biasanya juga berkaitan dengan keinginan untuk memajukan suatu bangsa. 
Tujuan kebijaksanaan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Kebijaksanaan untuk mengangkat satu bahasa tertentu sebagai bahasa nasional dan sekaligus sebagai bahasa negara atau mengangkat satu bahasa nasional dan mengangkat satu bahasa lain sebagai bahasa negara boleh dilakukan asal tidak membuat bahasa-bahasa lain yang ada di dalam negara itu menjadi tersisih atau membuat para penuturnya menjadi resah yang pada akhirnya dapat menimbulkan gejolah politik dan gejolak sosial.  Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa, kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa ini menyangkut semua komponen bahasa, yaitu fonologi, morfologi, kosakata, serta sistem semantik. Komponen ini harus juga diperhatikan agar kebijaksanaan kebahasaan itu bersifat menyeluruh dan tuntas. Selanjutnya segala masalah kebahasaan yang ditemukan dalam menetapkan kebijaksanaan harus segera dirumuskan dalam bentuk perencanaan bahasa.

2.2 Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan setelah melakukan kebijaksanaan bahasa. Perencanaan bahasa disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan bahasa. Siapa pun sebenarnya dapat menjadi pelaku perencanaan itu dalam arti peseorangan maupun lembaga pemerintahan atau lembaga swasta. Dalam sejarahnya, tampaknya yang banyak menjadi pelaku perencanaan ini adalah lembaga kebahasaan, baik yang merupakan instansi pemerintahan maupun bukan.
Sasaran perencanaan bahasa yang dilakukan setelah menetapkankestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, yaitu:
1.      Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya. Kalau sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang akan dibina atau dikembangkan, maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam, antara lain: pengembangan sandi bahasa di bidang pengaksaraan, di bidang peristilahan, di bidang pemekaran ragam wacana dan sebagainya. Selain itu, dapat juga direncanakan pembinaan pemakaian bahasa di bidang pengajaran dan penyuluhan, dapat juga direncanakan untuk “membangkitkan”kembali bahasa lama (yang talah digunakan) untuk digunaka kembali.
2.      Khalayak di dalam masyarakan diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan. Kalau sasaran itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka perencanaan itu, antara lain: dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang bukan penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang komunikasi media masa (majalah,surat kabar, televisi, film, dan sebagainya), juga kepada kelompok-kelompok sosial yang lain yang ada di dalam masyarakat.

Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistem ejaan yang ideal (baku), yang dapat digunakan oleh para penutur dengan benar, sebab adanya sistem ejaan yang disepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi. Kemudian diikuti dengan penyusunan atau pengkodifikasian sistem tata bahasa yang dibakukan serta peyusunan kamus yang lengkap. Kedua buku ini merupakan dokumen penting untuk penyebaran korpus bahasa dan pembinaan kebahasaan pada khalayak di dalam masyarakat. Langkah berikutnya yaitu pemasaran hasil kodifikasi itu kepada masyarakat. Cara yang tepat dan efektif adalah melalui jalur pendidikan formal untuk pembinaan jangka panjang dan melalui penyuluhan kepada masyarakat untuk pembinaan jangka pendek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar