Minggu, 01 Februari 2015

GANGGUAN-GANGGUAN BERBICARA



1.1         Pengertian Berbicara
1.2         Gangguan Mekanisme Berbicara
Mekanisme berbicara merupakan suatu proses produksi ucapan (pekaaan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru. Maka gangguan berbicara secara mekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan berbicara akibat kelainan pada paru-paru, pada pita suara, pada lida, pada rongga mulut, dan pada kerongkongan.
1.    Gangguan Akibat Faktor Pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit paru-paru. Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga cara berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara yang sangat kecil sekali, dan terputus-putus  meskipun dari segi semantik  dan sintaksis tidak ada masalah.
2.    Gangguan Akibat Faktor Laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali. Gangguan berbicara akibat faktor laringal ini ditandai oleh suara yang serak atau hilang, tanpa kelanan semantik atau sintaksis. artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis ucapannya bisa diterima.
3.    Gangguan Akibat Faktor Lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih kalau digerakan. Untuk mencegah timbulnya rasa pedih ini ketika berbicara maka gerak aktivitas lidah itu dikurangi secara semaunya. Dalam keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna. Pada rang yang terkena stroke dan badannya lumpuh sebelah, maka lidahnya pun lumpuh sebelah. Oleh karena itu, cara berbicarana juga akan tergangu, yaitu menjadi pelo dan cadel. Istilah edisnya disatria(terganggunya artiklasi).
4.    Gangguan Akibat Faktor Resonansi
Gangguan akibat fakor resonansi ini menyebabkan suara yang diasilkan menjadi bersengu. Pada orang sumbing, misalnya, suara menjadi bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunaka untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit keras, sehingga resonansi yang seharusnya menjadi tergangu.
1.3         Gangguan Akibat Multifaktorial
Akibat gangguan multifaktorial atau berbagai faktor bisa menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara. Antara lain adalah berikut ini.
1.    Berbicara Serampangan
Berbicara serampangan atau  sembrono adalah berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah suku kata sehingga yang diucapkan sukar dipahami. Berbicara serampangan ini karena kerusakan di serebelum atau bisa juga terjadi sehabis terkena kelumpuhan ringan sebelah kanan.
2.    Berbicara Propulsif
Gangguan berbicara propulsif biasnya terdapat para penderita penyakit parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku dan lemah). Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam melakukan gerakan-gerakan. Mereka sukar sekali untuk memulai suatu gerakan. Namun, bila sudah bergerak maka ia dapat terus-menerus tanpa henti. Gerak yang laju terus itu disebut propulsi. Pada waktu berbicara ciri khas ini akan tampak pula. Artikulasi sangat terganggu karena elastisitas otot lidah,otot wajah dan pita suara sebagian besar lenyap. Volume suaranya kecil, iramanya datar, suaranya mula-mula tersendat-sendat, kemudian terus-menerus, dan akhirnya tersendat-sendat kembali. Oleh kerena itu, cara berbicara seperti ini disebut propulsif.
3.    Berbicara Mutis (Mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian diantara mereka munhkin masish dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau berbicara. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat, seperti dengan gerak-gerik dan sebagainya.
Mutisme tidak bisa disamakan dengan orang bisu , apalagi dengan bisu tuli. Dalam hal kebisuan ini sebenarnya perlu dibedakan adanya tiga macam penderita.
1.      Orang yang bisu karena kerusakan atau kelanan alat artikulasi, sehingga ia tidak bisa memproduksi ujaran bahasa, tetapi alat pendengarnya normal sehingga dia dapat mendengar suara-bahasa orang lain.
2.      Orang yang bisu karena kerusakan atau kelainan alat artikulasi dan alat pendengarannya, sehingga dia tidak bisa menproduksi ujaran-bahasa dan juga tidak bisa mendengar ujaran-bahasa orang lain.
3.      Orang bisu yang sebenarnya alat artikulasinya normal tidak ada kelainan, tetapi alat pendengarannya rusak atau ada kelainan.
Ketiga golongan pasien kasus kebisuan tidak berkaitan dengan fungsi otak. Hanya barangkali perkembangan fungsi otak itu yang terganggu.
1.4         Gangguan Psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan betbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan dibidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, intensitas suara, lafal dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga menceminkan sikap mental si pembicara. Gangguan berbicara psikogenik ini antara lain sebagai berikut.
     1.      Berbicara Manja
Disebut berbicara manja kerena ada kesan anak yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, kanak-kanak yang baru terjatuh, terluka atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fonem atau bunyi [s] dilafalkan sebagai bunyi [c] sehinggaga kalimat “Saya sakit, jadi tidak suka makan”. Akan diucapkan menjadi “Caya cakit, jadi tidak cuka makan.” Dengan cara berbicara demikian ia mengungkapkan keinginannya untuk dimanja. Gejala ini memberi kesan bahwa stuktur bahasa memiliki subtrat serebral. Namun, bagaimana struktur organisasinya belum diketahui dengan jelas. Masih ada penelitian.
      2.      Berbicara Kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seseorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra memanjang. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin terutama jika yang dilanda adalah kaum pria.
3.      Berbicara Gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Acapkali pembicara tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucapkan konsonan  atau vokal awalnya saja. Lalu dia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah jugamengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucapkan konsonan  atau vokal awalnya saja. Lalu dia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah juga. Dalam usahanya mengucapkan kata pertama yang barang kali gagal, sipembicara memperlihatkan rasa letih dan rasa kecewanya.
Apa yang menyebabka terjadinya gagap ini belum diketahui secara tuntas. Namun, hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting dalam menyebabkan terjadinya kegagapan itu.
1.      Faktor-faktor “stres” dalam kehidupa keluarga.
2.      Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta tidak mengijinka anak untuk berargumentasi  dan membantah.
3.      Adanya kerusakan pada belahaan otak yang dominan.
4.      Faktor neorotik famial.
Dulu ada anggapan bahwa gagap ini terjadi kerena adanya pemaksaan untuk mengguanakan tangan kanan pada anak-anak yang kidal. Namun, kini anggapa tersebut tidak dapat dipertahankan. Menurut Sidharta (1989) kegagapan adalah disfasia yang ringan. Kegagapan ini lebih sering terjadi pada kaum laki-laki dari pada kaum perempuan dan lebi pada golongan remaja dari pada golongan dewasa.
      4.      Berbicara Latah
Latah sering disamakan denga ekolla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetap sebenarnya latah  adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Koprolalla pada latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang paling sering dianggap penyakit latah adalah orang perempua berumur 40 tahun ke atas. Awal mula timbulnya timbulnya latah ini menurut mereka yang terserang latah adalah setelah bermimpi melihat banyak sekali penis lelaki sepanjang dan sebesar belut. Latah ini mempunyai korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excuse” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar