Sabtu, 31 Januari 2015

DEFINISI TEATER



A. Pengertian Teater
Tradisi teater sudah ada sejak dulu dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan sudah adanya teater tradisional di seluruh wilayah tanah air. Fungsi teater pada saat itu adalah sebagai:
1.    Pemanggil kekuatan gaib
2.    Menjemput roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan
3.    Memanggil roh baik untuk mengusir roh jahat
4.    Peringatan nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan/kepahlawanan
5.    Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat hidup seseorang
6.    Pelengkap upacara untuk saat tertentu dalam siklus waktu

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia, teater berasal dari bahasa Yunani purba drama, artinya berbuat. Pengertian teater merujuk pada:
1. Karya tulis untuk teater
2. Setiap solusi yang mempunyai konflik dan solusi
3. Jenis karya sastra yang berbentuk dialog yang dibuat untuk tujuan dipertunjukkan di atas pentas.
Bamhart mendefinisikan teater sebagai suatu karangan berbentuk prosa fiksi yang menyajikan cerita konflik antar tokoh dalam bentuk monolog, dialog, atau pantomim untuk tujuan dipentaskan di atas panggung sebagai sebuah seni pertunjukkan lakon.
Istilah teater berasal dari bahasa Yunani kuno theatron yang artinya gedung atau panggung tempat mempertunjukkan aksian, perbuatan, gerakan, lakuan, atau tindakan. Istilah teater dalam arti luas merujuk kepada segala macam jenis tontonan yang dipertunjukkan di depan khalayak ramai. Termasuk dalam linhkup pengertian ini antara lain: pertunjukkan japin cerita, konser musik, kuda gipang, longer, lenong, ludruk, mamanda, pertandingan olag raga, sendratari, sirkus, sulap, tari gandut, ubrug, dan wayang.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, teater merujuk kepada:
1. Gedung pertunjukkan film atau sandiwara.
2. Ruang  besar yang dilengkapi dengan kursi yang disusun sedemikian rupa sebagai tempat  manusia berkumpul untuk mengikuti kuliah atau pengarahan umum.
3. Seni teater yang menggambarkan suatu realita yang ada di dalam kehidupan manusia.

B. Bentuk-Bentuk Teater
Teater sebagai karya sastra dapat dibedakan menjadi dua penggolongan mendasar yaitu teater sebagai sastra lisan dan teater sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan adalah teater, sedangkan sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi teater itu sendiri.
Teater menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu teater baru dan teater lama. Teater baru adalah teater yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Teater lama adalah teater khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa dan lain sebagainya.
Macam-macam teater berdasarkan isi kandungan ceritanya antara lain:
1.      Teater komedi adalah teater yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2.      Teater tragedi merupakan teater yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3.      Teater tragedi komedi adalah teater yang ada sedih dan ada lucunya.
4.      Opera adalah teater yang mengandung musik dan nyanyian.
5.      Dagelan adalah teater yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6.      Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7.      Pantomim adalah teater yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
8.      Tablau adalah teater yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9.      Passie adalah teater yang mengandung unsur Agama atau relijius.
10.  Wayang adalah teater yang pemain dramanya adalah boneka wayang.

Bentuk-bentuk teater di Indonesia antara lain:
1.  Teater Rakyat (tradisional)
Teater rakyat atau teater tradisional lahir di tengah-tengah rakyat dan masih menunjukkan kaitan dengan upacara adat dan keagamaan. Artinya pertunjukan hanya dilaksanakan dalam kaitan dengan upacara tertentu, seperti khitanan, perkawinan, selamatan dan sebagainya. Yang menanggung semua pembiayaan adalah yang punya hajat dan dapat ditonton gratis oleh undangan dan masyarakat. Tempat pertunjukan dapat dimana saja; halaman rumah, kebun, balai desa, tanah lapang dan seterusnya. Contoh-contoh teater rakyat adalah Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat, Mamanda dan Bapandung di Kalimantan Selatan, Arja, Topeng Prembon, dan Cepung di Bali, Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu di Jawa Barat, Ketoprak, Srandul, Jemblung, Gatoloco di Jawa Tengah, Kentrung, Ludruk, Ketoprak, Topeng Dalang, Reyog, dan Jemblung di Jawa Timur, Cekepung di Lombok, Dermuluk di Sumatera Selatan dan Sinlirik di Sulawesi Selatan, Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta.
2. Teater Klasik (keraton)
Sifat teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan. Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Para seniman dihidupi oleh raja dengan menjadi pegawai kerajaan yang mendapat tugas religius dan tugas mengangkat kebesaran atau kemuliaan sang raja. Contohnya Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan Langendriya. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya tarik berkat kreatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan lakon.
3. Teater Modern
       Teater modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Contohnya: Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor, dan properti lain menggunakan teknik barat.

C. Sejarah Awal Mula Penulisan Naskah Teater
Sejarah penulisan naskah teater modern di tanah air kita dimulai sejak tahun 1926, yakni tahun terbitnya naskah teater Bebasari karangan Rustam Effendi. Pada mulanya, naskah Bebasari dikirimkan oleh Rustam Effendi kepada penerbit Balai Pustaka namun, perusahaan penerbitan milik pemerintaha kolonial Belanda tidak mau meloloskannya karena isinya bertentangan dengan ketentuan yang ada atau diatur dalam Nota Rinkes.
Dibanding genre karya sastra imajinatif lainnya, naskah teater termasuk jarang ditulis orang pada zaman kolonial Belanda 1920-1942. Naskah teater kedua baru diterbitkan lagi dua tahun kemudian, yakni Airlangga karangan Sanusi Pane (Penerbit Timbul Jakarta). Bahkan penerbit Balai Pustaka sendiri baru bersedia menerbitkan naskah tetaer/sandiwara/teater/tonil pada tahun 1940. Naskah teater yang pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka adalah naskah karangan Saadah Alim berjudul Pembalasannya.
Menurut catatan Pamusuk Eneste, para pelopor penulisan naskah teater modern di Indonesia ada sebanyak delapan orang, yaitu Rustam Effendi (Bebasari), Sanusi Pane (Airlangga, Damarwulan, Kertajaya, Sandhyakala), Petroek (Bang Siman dan Mas Karjo di Hari Lebaran), Muhammad Yamin (Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Ken Arok dan Ken Dedes), W.J.S. Poerwadaminta (Azas Hidup), Armijn Pane (Lukisan Massa, Setahun di Bedahulu, Nyai Lenggang Kencana), Kamaroesid (Dr. Zainal), Saadah Alim (Pembalasannya).
Mempelajari naskah teater dapat dilakukan dengan cara mempelajari dengan saksama kata-kata, ungkapan, kalimat, atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah teater yang ditulisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar