- Jenis Ambiguitas
Ulmann (dalam Pateda, 2001:202; Djajasudarma, 1999:
54) membagi ambiguitas menjadi tiga tipe utama, yaitu ambiguitas tingkat
fonetik, tingkat leksikal, dan tingkat gramatikal.
1.
Ambiguitas
tingkat fonetik
Ambiguitas tingkat fonetik timbul akibat membaurnya
bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan, kaang karena kata-kata yang membentuk
kalimat diujarkan terlalu cepat sehingga orang menjadi ragu akan makna kalimat
yang diuarkan (Pateda, 2001: 202), seperti tampak pada contoh dalam bahasa
Indonesia berikut:
(1)
Beruang /beruaN/
→ ‘mempunyai uang’ atau ‘nama binatang’
(2)
/bukanaNka/ →
bukan angka, buka nangka, bukan nangka
Ambiguitas tersebut berhubungan dengan keraguan kita
terhadap bunyi bahasa yang kita dengar. Kadang-kadang karena kita ragu-ragu,
kita mengambil keputusan yang keliru.
2.
Ambiguitas
tingkat leksikal
Ambiguitas tingkat leksikal adalah macam ambiguitas
yang disebabkan oleh bentuk leksikal yang dipakai (Dardjowidjojo, 2005: 76).
Hal ini berkaitan dengan makna yang dikandung setiap kata yang dapat memiliki
lebih dari satu makna atau mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai lingkungan
pemakainya, sebagaimana tampak pada contoh berikut:
(3)
Ini bukunya.
(4)
Masing-masing
mendapat satu kursi.
Pada kalimat (3) kata ‘buku’ dapat mengandung makna
lebih dari satu, sehingga pada kalimat tersebut tidak jelas yang manakah makna
‘buku’ yang dimaksud. Begitu pula halnya pada kalimat (4) mengandung lebih dari
satu makna dan pada kedua kalimat tersebut tidak ada kejelasan makna apa yang
dimaksud.
3.
Ambiguitas
tingkat gramatikal
Ambiguitas ini muncul pada tataran morfologi dan
sintaksis (Djajasudarma, 1999: 55). Pada tataran morfologi ambiguitas muncul
dalam pembentukan kata secara gramatikal, misalnya kata Pemukul (peN + pukul) yang bermakna ganda ‘orang yang memukul’ atau
alat untuk memukul’.
Pada tataran sintaksis ambiguitas muncul pada frasa,
klausa dan kalimat. Tiap kata yang membentuk frasa atau kalimat itu lebih
jelas, tetapi dalam pengkombinasiannya dapat memiliki tafsiran lebih dari satu
pengertian. Frasa orang tua dapat
bermakna ‘orang yang tua’ atau ‘ibu-bapak’. Gleason dan Ratner (1998, dalam
Dardjowidjojo, 2005: 77) membagi ambiguitas gramatikal menjadi dua macam,
yaitu:
a. Ambiguitas sementara (local ambiguity) yaitu
fungsi sintaktik suatu bentuk leksikal berstatus ambigu smapai pada suatu saat
dimana kita memperoleh kata-kata tambahan yang mengudari (disambiguate) ambiguitas itu.
b. Ambiguitas abadi (standing
ambiguity) yaitu kalimat yang tetap ambigu walaupun telah sampai pada kata
terakhir.
- Ambiguitas dari Segi Neurologi dan Psikologi
Faktor neurologis merupakan faktor yang juga sangat
penting dalam penguasaan bahasa. Proses bahasa ini dikendalikan oleh otak yang
merupakan pengatur dan pengendali gerak semua aktifitas manusia. Bagian otak
manusia yang menangani fungsi bahasa disebut korteks selebral, yang terdiri
dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan kanan. Kedua hemisfer ini dihubungkan
oleh korpus kalosum yang mengintegrasikan dan mengkoordinasikam kerja kedua
hemisfer tersebut.
Pada mulanya, melalui berbagai penelitian dan tes yang
dilakukan para ahli (Wada, Kimura, dll), dinyatakan bahwa hemisfer kiri
bertanggungjawab dalam pengelolaan bahasa. Namun, perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa hemisfer kanan pun turut bertanggungjawab dalam penggunaan
bahasa walaupun tidak seintensif hemisfer kiri. Hal ini didapati pada
orang-orang yang terganggu hemisfer kanannya, yaitu antara lain kemampuan
mengurutkan peristiwa sebuah cerita menjadi kacau, kesukaran menarik inferensi,
kesukaran memahami metafora atau sarkasme, dan tidak dapat memahami kalimat
yang ambigu (lihat Dardjowidjojo, 2005: 212-213). Dari uraian tersebut tampak
bahwa kesulitan mendeteksi kalimat yang ambigu dapat berkaitan dengan faktor
neurologis, terutama hemisfer kanan. Pada kondisi otak yang normal (kedua
hemisfer tidak mengalami kerusakan) ambiguitas berkaitan dengan kerja memori
leksikal manusia. Angela D. Friederici (dari Max Planck Institute of Cognitive Neurosciance) menyatakan bahwa
kalimat yang ambigu akan sulit
diproses oleh orang yang memiliki kapasitas kera memori yang rendah.
Dari sudut psikolinguistik, ambiguitas dipengaruhi
oleh komprehensi yang berkaitan dengan pemahaman atas ujaran. Pemahaman
terhadap kalimat yang ambigu memerlukan waktu yang lebih lama untuk diproses.
Hal ini terjadi karena pendengar menerka makna tertentu, tetapi ternyata
terkaan itu tidak benar sehingga harus mundur kembali untuk memproses ulang
seluruh ini.
- Pemecahan masalah ambiguitas
Dalam berbagai macam ambiguitas manapun, yang memegang
peranan sangat penting adalah konteks. Dari konteks itulah kita dapat
menentukan makna yang dimaksud (lihat Dardowidjojo, 2005: 78; Chaer, 2003: 288)
sehingga ambiguitas dapat dihilangkan. Konteks ini dapat berupa konteks situasi
seperti contoh di atas, konteks kalimat pun dapat menghilangkan ambiguitas.
Misalnya, bila kalimat (5) diujarkan “Pada pemilihan
anggota dewan masing-masing partai mendapat satu kursi” jelaslah acuan makna
kursi dalam kalimat itu, yaitu kedudukan.
Pemberian penanda batas dapat pula menghindarkan
ambiguitas, antara lain penanda batas:
1.
Leksikal,
seperti pada contoh berikut:
(10) Guru baru datang
a. Guru baru itu
datang
b. Guru itu
baru datang
2. Unsur prosodi berupa jeda (dalam ragam
lisan), sehingga klausa (10) menjadi:
c. Guru baru // datang
d. Guru // baru datang
3.
Tanda baca (dalam ragam tulis), misalnya:
(12) Buku sejarah baru
a. Buku-sejarah baru (yang baru adalah
buku sejarah)
b. Buku sejarah-baru (buku tentang
sejarah baru)
Ambiguitas pun dapat dihindarkan
melalui kecermatan struktur gramatikal termasuk pula dengan memperhatikan
fitur-fitur semantik kata (leksem), sebagai contoh, ambiguitas frasa dari C.A.
Mess (dalam Chaer, 2003: 289):
(13) Lukisan Yusuf.
Struktur frasa tersebut memiliki
interpretasi:
a.
Lukisan itu
milik Yusuf
b.
Lukisan itu
karya Yusuf
c.
Lukisan itu
menampilkan wajah Yusuf
Interpretasi-interpretadi tersebut muncul karena
fitur-fitur makna interen yang dimiliki leksem ‘Yusuf”, yaitu:
─ [+manusia] yang berpotensi
[+pemilik] sehingga menimbulkan interpretasi (a)
─ [+pelaku] yang memunculkan
interpretasi (b)
─ [+objek] yang memunculkan
interpretasi (c)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar