1.1
Pengertian
Berbicara
1.2
Gangguan
Mekanisme Berbicara
Mekanisme
berbicara merupakan suatu proses produksi ucapan (pekaaan) oleh kegiatan
terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta
kerongkongan dan paru-paru. Maka gangguan berbicara secara mekanismenya ini
dapat dirinci menjadi gangguan berbicara akibat kelainan pada paru-paru, pada
pita suara, pada lida, pada rongga mulut, dan pada kerongkongan.
1.
Gangguan
Akibat Faktor Pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita
penyakit paru-paru. Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernapasnya
sangat kurang, sehingga cara berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton,
volume suara yang sangat kecil sekali, dan terputus-putus meskipun dari segi semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
2.
Gangguan
Akibat Faktor Laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali. Gangguan berbicara akibat
faktor laringal ini ditandai oleh suara yang serak atau hilang, tanpa kelanan
semantik atau sintaksis. artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis
ucapannya bisa diterima.
3.
Gangguan
Akibat Faktor Lingual
Lidah yang sariawan
atau terluka akan terasa pedih kalau digerakan. Untuk mencegah timbulnya rasa
pedih ini ketika berbicara maka gerak aktivitas lidah itu dikurangi secara
semaunya. Dalam keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi
tidak sempurna. Pada rang yang terkena stroke
dan badannya lumpuh sebelah, maka lidahnya pun lumpuh sebelah. Oleh karena
itu, cara berbicarana juga akan tergangu, yaitu menjadi pelo dan cadel. Istilah
edisnya disatria(terganggunya artiklasi).
4.
Gangguan
Akibat Faktor Resonansi
Gangguan akibat
fakor resonansi ini menyebabkan suara yang diasilkan menjadi bersengu. Pada
orang sumbing, misalnya, suara menjadi bersengau karena rongga mulut dan rongga
hidung yang digunaka untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit keras,
sehingga resonansi yang seharusnya menjadi tergangu.
1.3
Gangguan
Akibat Multifaktorial
Akibat
gangguan multifaktorial atau berbagai faktor bisa menyebabkan terjadinya
berbagai gangguan berbicara. Antara lain adalah berikut ini.
1.
Berbicara
Serampangan
Berbicara serampangan
atau sembrono adalah berbicara dengan
cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah
suku kata sehingga yang diucapkan sukar dipahami. Berbicara serampangan ini
karena kerusakan di serebelum atau
bisa juga terjadi sehabis terkena kelumpuhan ringan sebelah kanan.
2.
Berbicara
Propulsif
Gangguan
berbicara propulsif biasnya terdapat para penderita penyakit parkinson (kerusakan pada otak yang
menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku dan lemah). Para penderita penyakit ini
biasanya bermasalah dalam melakukan gerakan-gerakan. Mereka sukar sekali untuk
memulai suatu gerakan. Namun, bila sudah bergerak maka ia dapat terus-menerus
tanpa henti. Gerak yang laju terus itu disebut propulsi. Pada waktu berbicara ciri khas ini akan tampak pula.
Artikulasi sangat terganggu karena elastisitas otot lidah,otot wajah dan pita
suara sebagian besar lenyap. Volume suaranya kecil, iramanya datar, suaranya
mula-mula tersendat-sendat, kemudian terus-menerus, dan akhirnya
tersendat-sendat kembali. Oleh kerena itu, cara berbicara seperti ini disebut propulsif.
3.
Berbicara
Mutis (Mutisme)
Penderita
gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian diantara mereka
munhkin masish dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau
berbicara. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara
verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun
isyarat, seperti dengan gerak-gerik dan sebagainya.
Mutisme tidak
bisa disamakan dengan orang bisu , apalagi dengan bisu tuli. Dalam hal kebisuan
ini sebenarnya perlu dibedakan adanya tiga macam penderita.
1.
Orang
yang bisu karena kerusakan atau kelanan alat artikulasi, sehingga ia tidak bisa
memproduksi ujaran bahasa, tetapi alat pendengarnya normal sehingga dia dapat mendengar
suara-bahasa orang lain.
2.
Orang
yang bisu karena kerusakan atau kelainan alat artikulasi dan alat
pendengarannya, sehingga dia tidak bisa menproduksi ujaran-bahasa dan juga
tidak bisa mendengar ujaran-bahasa orang lain.
3.
Orang
bisu yang sebenarnya alat artikulasinya normal tidak ada kelainan, tetapi alat
pendengarannya rusak atau ada kelainan.
Ketiga
golongan pasien kasus kebisuan tidak berkaitan dengan fungsi otak. Hanya
barangkali perkembangan fungsi otak itu yang terganggu.
1.4
Gangguan
Psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak
bisa disebut sebagai suatu gangguan betbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai
variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari
gangguan dibidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara
sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, intensitas suara, lafal dan
pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga
menceminkan sikap mental si pembicara. Gangguan berbicara psikogenik ini antara
lain sebagai berikut.
1.
Berbicara
Manja
Disebut berbicara manja kerena ada kesan
anak yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, kanak-kanak
yang baru terjatuh, terluka atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya
perubahan pada cara berbicaranya. Fonem atau bunyi [s] dilafalkan sebagai bunyi
[c] sehinggaga kalimat “Saya sakit, jadi tidak suka makan”. Akan diucapkan
menjadi “Caya cakit, jadi tidak cuka makan.” Dengan cara berbicara demikian ia
mengungkapkan keinginannya untuk dimanja. Gejala ini memberi kesan bahwa
stuktur bahasa memiliki subtrat serebral.
Namun, bagaimana struktur organisasinya belum diketahui dengan jelas. Masih
ada penelitian.
2.
Berbicara
Kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan
perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seseorang pria bersifat atau
bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah
tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menarik
perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra lemah
gemulai dan ekstra memanjang. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu
gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin
terutama jika yang dilanda adalah kaum pria.
3.
Berbicara
Gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena
sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata
pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu
kalimat dapat diselesaikan. Acapkali pembicara tidak berhasil mengucapkan suku
kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucapkan konsonan atau vokal awalnya saja. Lalu dia memilih
kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah
payah jugamengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah berhasil
mengucapkan konsonan atau vokal awalnya
saja. Lalu dia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut
meskipun dengan susah payah juga. Dalam usahanya mengucapkan kata pertama yang
barang kali gagal, sipembicara memperlihatkan rasa letih dan rasa kecewanya.
Apa yang menyebabka terjadinya gagap ini
belum diketahui secara tuntas. Namun, hal-hal berikut dianggap mempunyai
peranan penting dalam menyebabkan terjadinya kegagapan itu.
1.
Faktor-faktor
“stres” dalam kehidupa keluarga.
2.
Pendidikan
anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta
tidak mengijinka anak untuk berargumentasi
dan membantah.
3.
Adanya
kerusakan pada belahaan otak yang dominan.
4.
Faktor
neorotik famial.
Dulu ada anggapan bahwa gagap ini terjadi
kerena adanya pemaksaan untuk mengguanakan tangan kanan pada anak-anak yang
kidal. Namun, kini anggapa tersebut tidak dapat dipertahankan. Menurut Sidharta
(1989) kegagapan adalah disfasia yang ringan. Kegagapan ini lebih sering
terjadi pada kaum laki-laki dari pada kaum perempuan dan lebi pada golongan
remaja dari pada golongan dewasa.
4.
Berbicara
Latah
Latah sering disamakan denga ekolla,
yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetap
sebenarnya latah adalah suatu sindrom
yang terdiri atas curah verbal repetitif yang
bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Koprolalla pada
latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang paling sering dianggap
penyakit latah adalah orang perempua berumur 40 tahun ke atas. Awal mula
timbulnya timbulnya latah ini menurut mereka yang terserang latah adalah
setelah bermimpi melihat banyak sekali penis lelaki sepanjang dan sebesar
belut. Latah ini mempunyai korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini
merupakan “excuse” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno,
yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar