Ketika Langit dan Bumi
tak Lagi Terbayangkan
Karya: Leon Agusta
Apakah
aku terlihat siang atau kabut atau debu-debu
Tak
tahulah. Sungguh tak lagi terbayangkan
Tapi
barangkali ketika itu di suatu senja yang asing
Aku
pernah punya wajah buat dikenal. Wajahku
Barangkali
ketika itu aku hendak mengenangnya
Sebagai
tanda dari perkenalan yang diterima
Sebagai
tanda dari percintaan yang selesai buat mencipta
Atau
barangkali pernah pula ada perkenalan yang lain
Namun
segalanya jadi lupa. Tak lagi terpikirkan. Pula
Bagaimana
aku kan tahu sekiranya masih ada saat dan ketika
Masih
meniti nafas dalam kesendirian yang lemas indera
Bahkan
maut pun tak tersapa dan cinta pun tiada bangkit
Cuma,
ada perasaan kehilangan yang melaju. Melaju.
Kehilangan
di daerah pengasingan. Terhantar di sini
Dalam
segala tak lagi punya warna atau ungkapan
Ketika
langit dan bumi tak lagi terbayangkan
Analisis Puisi
1.
Judul
Puisi berjudul Ketika
Langit dan Bumi tak Lagi Terbayangkan ini menggambarkan suatu keadaan yang
dialami oleh penyair. Kata ‘ketika’ merupakan keterangan waktu yang menunjukkan
keadaan yang terjadi. Kata ‘langit’ dan ‘bumi’menunjukkan tempat terjadinya. Bumilah
penyebab segala yang terjadi. Frase /tak lagi terbayangkan/ mengandung makna
akibat, artinya akibat dari segala sesuatu yang terjadi di langit dan di
bumi.
Jadi
arti keseluruhan judul puisi Ketika
Langit dan Bumi tak Lagi Terbayangkanadalah jika manusia yang ada di muka
bumi ini tak lagi bermoral dan hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa
memikirkan orang lain, maka langit dan bumi tak terbayangkan apa yang akan
terjadi nanti. Langit dan bumi tak lagi memiliki ungkapan, tak berwarna dan tak
lagi bermakna bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya.Segala yang terjadi
adalah ulah manusia itu sendiri. Ia lebih mementingkan kehidupan dunia
dibandingkan kehidupan akhirat.
Judul
dan isi puisi saling berhubungan. Penyair sengaja membuat judul puisi ini
secara tersurat agar pembaca dengan mudah memahami isi yang terkandung dalam
puisi tersebut. Jika sebuah puisi itu tidak memiliki judul, maka tidak akan ada
ketertarikan seorang pembaca untuk membaca puisi. Namun, seandainya sebuah
puisi itu tanpa judul puisi itu masih bisa memberikan kesan terhadap
keseluruhan makna puisi tersebut. Mungkin alasan penyair karena tidak ingin
menonjolkan sesuatu yang berlebihan mengenai isi puisi tersebut atau penyair
hanya ingin mengungkapkan sesuatu tanpa perlu diberi judul.
Seorang
yang ingin memahami sebuah puisi hal pertama yang dilakukan adalah memahami
makna keseluruhan puisi itu melalui
judul, kemudian memahami isi. Pembaca juga harus teliti dalam memahami judul
karena tidak semua judul itu tersurat namun ada pula judul yang tersirat. Dengan melihat dan
memahami judul kemungkinan gambaran keseluruhan makna atau keunikan sebuah
puisi akan terbuka.
2.
Kata
Dominan
Dua kata dominan yang
terdapat di dalam puisi ini adalah kata ‘aku’ dan kata ‘tak lagi’. Kedua kata
ini digunakan beberapa kali di dalam puisi karya Leon Agusta tersebut. Kata
‘aku’ merupakan kata ganti untuk memperlihatkan atau menonjolkan diri sendiri. Kata
ganti yang terdapat di dalam puisi digunakan untuk mengusut siapa yang ada dan
siapa yang mengucapkan kalimat yang ada di dalam puisi tersebut. Dengan
jelasnya siapa yang dimaksud kata ganti tersebut maka dengan lebih mudah puisi
itu dipahami. Kata ganti adalah kata yang berfungsi menggantikan orang, benda,
atau sesuatu yang dibendakan. Kata ganti dapat dibedakan menjadi lima macam,
yaitu kata ganti orang, kata ganti petunjuk, kata ganti yang tidak menunjuk
pada orang atau benda tertentu, kata ganti kepunyaan, dan kata ganti
penghubung.
Dalam
puisi ini kata ‘aku’ menunjuk kepada penyair sedangkan, kata ‘tak lagi’
mengandung makna sama sekali dan betul-betul. Artinya dalam puisi inisama
sekali tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika langit dan isi seluruh bumi
tak lagi bersahabat, kehidupan tak lagi berwarna dan manusia tak lagi bermoral.
Mungkin ini merupakan salah satu ciri-ciri akan datangnya hari akhir. Hari
akhir yang akan menghancurkan seluruh isi bumi seperti kapas-kapas yang
berterbangan.
Kata
‘aku’ di dalam puisi ini merupakan suasana keseluruhan dari puisi karya Leon
Agusta. Ia ingin menggambarkan dirinya berada dalam puisi karena keseluruhan
puisi itu merupakan gambaran hati, pikiran, dan perasaan yang sedang
dialaminya.Ia menggambarkan dirinya di dalam puisi dengan menggunakan kata
‘aku’ tanpa menggunakan kata ganti lainnya, seperti ‘dia’, ‘kamu’, ‘kami’, dan
‘mereka’. Jika ia menggunakan kata ‘dia’,
maka ia bukan menggambarkan dirinya melainkan menggambarkan orang lain.
3.
Makna
Konotatif
Makna
konotasi adalah makna yang mengalami perubahan dari makna asalnya dan sering
disebut sebagai makna kiasan. Makna konotatif
inilah yang membuat sebuah puisi terlihat menarik. Nilai estetika puisi itu
pun sangat tinggi. Penggunaan kata bermakna konotatifmembuat pembaca penasaran
dengan makna yang terkandung di dalam kata itu. Banyak kata bermakna konotatif
yang dapat digunakan dalam membuat sebuah puisi. Tetapi tidak semua kata itu
dapat digunakan, karena harus sesuai dengan isi
puisi yang dibuat. Penggunaan kata bermakna konotatif yang berlebihan
juga tidak baik karena tidak semua orang mengerti dengan makna kata tersebut.
Hal itu akan menyebabkan pembaca menjadi bingung dengan puisi yang ia baca
kemudian tidak ada lagi ketertarikan untuk membaca puisi tersebut.
Kata
bermakna konotatif yang terdapat di
dalam puisi ini adalah /maut pun tak
tersapa/ dan /cinta pun tiada bangkit/. Berdasarkan logika dan makna harfiah
ungkapan di dalam puisi tersebut tidak relevan. Namun, dengan adanya makna
konotatif ini sebuah puisi akan terlihat
dan terdengar indah karena penyair membuat pembaca menjadi penasaran tentang
makna apa yang terkandung dalam kata itu. Seperti /maut pun tak tersapa/ jika
kita pahami tidak mungkin maut berhubungan dengan kata tersapa yang mana kata
tersapa ini biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari, jadi artinya maut tak
dihiraukan. Penyair tidak menghiraukan jika suatu saat maut menjemputnya karena
kematian adalah kehendak Tuhan. Kemudian /cinta pun tiada bangkit/, kata’
bangkit’ mengandung arti hidup. Yang dimaksud hidup adalah cinta itu. Cinta
merupakan ungkapan dari dalam isi hati seseorang. Jadi makna keseluruhan dari
kata /cinta pun tiada bangkit/ adalah cinta itu tidak ada lagi karena cinta itu
sudah mati dan tidak akan hidup kembali. Penyair tidak lagi memikirkan mati dan
cinta karena ia merasa hidup sendiri di dunia ini. Ia merasa diasingkan dan ia
hanya ingin mengenang segala yang terjadi. Ia ingin berdiri sendiri di daerah
pengasingan.
4.
Makna
yang Terungkap
Orang yang berbicara
dalam puisi itu adalah penyair itu sendiri. Ia berbicara tentang sesuatu yang
dialaminya. Ini terlihat pada larik /Apakah aku terlihat siang atau kabut atau
debu-debu / /Tak tahulah. Sungguh tak lagi terbayangkan/ /Dalam segala tak lagi
punya warna atau ungkapan/ /Ketika langit dan bumi tak lagi terbayangkan/. Leon
Agusta secara jelas menuliskan larik tersebut agar pembaca dapat mengerti tanpa
harus mencari makna tersirat lainnya. Makna pada larik tersebut mudah dipahami
apabila pembaca dengan benar memahaminya.
Makna tersebut ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman
seorang penikmat puisi.
Dengan melihat larik
tersebut kita tahu bahwa puisi itu berbicara tentang keadaan yang terjadi di
bumi. Semua karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Tak
terbayangkan lagi jika langit dan bumi tak lagi punya warna atau ungkapan. Tak
terbayangkan pula jika manusia tak lagi bermoral.
Melalui puisinya
ini, Leon Agusta memberikan peringatan dan gambaran kepada manusia tentang
sesuatu yang terjadi di langit dan bumi. Leon menginginkan manusia segera
berubah dan memperbaiki semua yang terjadi menjadi lebih baik sebelum semuanya
berubah. Segala sesuatu tak lagi terbayangkan. Kehidupan terus berputar,
manusia yang tinggal di bumi pasti bisa merubahnya.
Melalui puisi
Leon Agusta ini kita dapat belajar tentang kehidupan. Kita tahu bahwa tidak
selamanya bumi akan tetap utuh. Roda kehidupan akan terus berputar. Manusia
yang tinggal di muka bumi ini akan semakin pintar terbukti dengan berbagai
macam teknologi yang bisa kita lihat dimana-mana. Namun, manusia itu sendirilah
yang akan menghancurkan bumi ini.
Semua yang
terjadi bisa diatasi jika manusia ada kemauan untuk berubah dan tetap menjaga
langit dan bumi ini sampai generasi berikutnya.
5.
Parafrase
Parafrase
puisi ini adalah: Ia tak mengerti pada wajah yang dikenangnya, tanda
perkenalan, tanda percintaan, semua jadi lupa, dalam kesendirian, maut tak
tersapa, cinta telah mati, perasaan hilang di daerah pengasingan, tak lagi punya
warna dan ungkapan, langit dan bumi tak lagi terbayangkan.
anilisisnya sangat bagus sekali
BalasHapusproperti rumah minimalis