1.1 Sumpah
Setia dalam Jabatan
Dalam sumpah setia suku Dayak syarat yang harus
disediakan: Rotan, beras, abu dapur, garam, kayu persegi (untuk tempat potong
rotan), kunir, dan minyak kelapa.
Sebelum
sumpah dilaksanakan, terlebih dahulu orang yang akan disumapah berdiri
menghadap matahari terbit, dan orang yang akan melaksanakan upacara setia menaburkan beras. Maksud penaburan
beras ialah memohon kepada Hatalla Raja
Tuntung Matanandau Kanaruhan Tambing Kabanteran Bulan yang berada dilangit
ketujuh agar medengarkan sumpah janji setia orang yang akan disumpah.
Setelah itu orang yang bersumpah berdiri menghadap
terik matahari terbenam dan kemudian orang yang melaksanakan upacara sumpah
setia menaburkab abu, garam, dan beras dibelakang orang yang bersumpah. Pada
saat itu kata-kata yang menyatakan janji/sumpah diucapkan yang dalam bahasa
Indonesia artinya: “Kalau yang bersumpah ini pra-pura dan tidak bekerja dengan
jujur, rajin, setia, terhadap pemerintah, maka sebagai abu yang terbang
berhamburan dibawa oleh angin, maka begitu juga penghidupannya nanti akan
sia-sia dan terkutuk, begitu juga dengan garam ynag hancur dan terbang menguap,
kalau dia tidak jujur dan setia melakukan kewajibannya, hidupnya akan hancur
seperti garam itu”.
Setelah itu orang yang bersumpah duduk dengan
menghadap matahari terbit dengan tangan sebelah menyebelah memegang rotan, dan
sebelu rotan dipotong, orang yang melaksanakan upacara sumpah berkata, yang
dalam behasa Indonesianya berarti: “Kalau orang yang disumpah tidak setia dan
rajin terhadap pemerintah maka seperti rotan yang dipotong dengan parang dan
terbagi dua, begitu juga nanti nyawanyaakan terputus dengan sewaktu-waktu dan
tidak akan selamat hidupnya.
Kalimat yang diucapkan pada saat menyumpah dalam
bahasa Dayak Kuno (Sangen). Sambil menabur beras:
“Ehem behas, memperinjetku ganam, salumpuk kilau
riak hendan bulau, manparuguhku labatan pananterursam ruwan lantin rabia, lampang
kamaitan gulung manarusan langir timbuk kajayam, bersikap mementas hawun,
amnuntung riwut, rawaiku manabing salatan tisuiku, mangat manyemabang Raja
Tuntang Matanandu Kanaruhan Tambing Kabanteran Bulan, Mangar ie mahining balau
tamapak bangkele, manyantuh rantunan taduke manahing raiwe hayak manantuneng
batantar sumapah tingang. Amun toh hangga auh tanjaru dia toto, tatarawang
kilau kawu , lenyuh kilau uyah, bagetu kilau eui, amun ie hanggap aoh toto, te
aluh jari bulau untung panjang, rabia nyame ambu jari sapaungut belum, sapaling
tahaseng jari penyang penundung tarung patarung seriangkat tinting”.
2.2 Kumpulan
Nyanyian
Daerah
Kalimantan memiliki berbagai kebudayaan. Salah satu kebudayaan itu ialah
kumpulan lagu atau nyanyian-nyayian yang sudah jarang sekali kita dengar.
Adapun beberapa nyanyian-nyanyian itu adalah sebagai berikut.
2.2.1 Lagu Leleng
Lagu leleng biasanya dinyanyikan sambil menari
leleng dan syainya digubah sendiri secara spontan dan disesuaikan dengan
suasana saat itu. Bahasa yang digunakan saat menyanyi lagu leleng ialah bahasa
Dayak Kenyah yang antara lain:
Contoh lagu leleng
Leleng-leleng utan along 2X leleng.
Tyang ma’kumbin telu katai sa’o sungai
Sa o sungai limun kanan.
Reff:
Leleng-leleng utan along 2X leleng
Tyang kuwa telu tyang nyabai tira
Nyabai tira kusun lasan.
Leleng-leleng utan along 2X leleng
Tyang kuwa telonaat hamban
Naat kenai kapan madang.
Cacatan:
Leleng artinya keliling
Utan Along artinya nama gadis manis
tanpa ayah
2.2.2 Baratabe
Barate merupakan nyanyian-nyanyian yang sifatnya
menyabut kedatangan para tamu. Contoh lagu Kalimantan, salah satu contohnya
syair lagu dalam bahasa Dayak.
Kalimantan pulau itah,
Hong kahalap kahai,
Manangkalau bilak lepah,
Kare pulau handiai.
Bukite gantung petake randah.
Lungkoh luau handiai.
Uras aton bara kahalape.
Gunae paham haliai
Kilau uhat huang bereng
Tumon jete handiai
Kareh sungei intu petak,
Alohe korik alohe hai
Taluh imbul awi awie
Impajewong danom aie,
Sampai dia tau hayang
Gawin oloh mimbul te.
Tinai huang parak kayu.
Tarasundau handiai
Taloh ice halajur payu
Akan itah handiai.
Kayu lanan berangbungkan
Kayu plepek rasak te,
Lilin, sambun tuntang hangkang,
Madu ain bajanyi te.
Arti
syair dalam Bahasa Indonesia:
Kalimantan pulau itah
Yang indah serta mulia
Melebihi dari yang lain semuanya,
Segala pulau yang ada.
Bukitnya tinggi tanahnya rendah
Lengkap dengan jurang semuanya
Semua ada kebaikannya,
Gunanya pun besar sekali,
Bagaikan urat di dalam daging.
Seperti itulah juga adanya.
Banyak sungai didalam sungainya.
Baik kecil walaupun besar
Tanam-tanamannya hidup subur
Subur dipupuk oleh airnya
Hingga tidak akan jadi sia-sia
Pekerjaan usaha orang tuanya
Serta di dalam hutan
Semuanya ada kedapatan,
Barang yang selalu tersedia dan laku
Untuk kita penghuni semuanya
Kayu lanan berang Bungkan,
Kayu plepek rasak sejenisnya,
Lilin, sambun
2.2.3 Kandayu
Manyarah Sangku Sangku Tambak Baja
Kendayu merupakan nyanyian suci umat Keharingan yang
dinyanyikan bersama-sama pada saat melakukan Upacara Persembahan/Basarah.
Kendayu ini berisikan ungkapan tentang maksud dan tujuan upacara
persembahyangan basarah, dengan maksud menyerahkan Sangku Tambak Raja beserta
segala isisnya kepada RANYING HATALLA LANGIT melalui persembahyangan basarah.
Kemudian kita memohon kepada RANYING HATALLA LANGIT
agar dapat memberi sinar suci kekuatannya bagi kehidupan manusia agar dalam
menjalani kehidupan ini senantiasa mendapat bimbingan dalam berpikir yang baik,
berkata yang benar serta berbuat yang baik pula. Adapun nyanyian-nyanyian itu
adalah sebagai berikut.
1.
Sangku
tambak hai Pahalendang,
Basuang
behas parai manyangen tingang,
Rukun
tarahan giling-pinang,
Inihang
luhing dandang tingang.
2.
Sangku
tambak hai baguna,
Inyarah
bentuk balai paseban raja,
Taharep
ulun bakas tabela,
Manumun
peteh Ranying Hatalla.
3.
Sangku
jetuh basuang behas,
Pambelum
inyarah dia bara tikas,
Dengan
Hatalla i-laku ka-abas,
Hambaruan
salamat bereng barigas.
4.
Hetuh
itah uras menyaksi,
Ranying
Hatalla te puna ati,
Biti
bereng daha dan isi,
Bakas
tabela hatue bawi.
5.
Hetuh
itah manyarah sangku,
Panungkup
utus je Raja Bunu,
Tutuh
kameluh balimut batu,
Peteh
hajamban Raja Uju.
6.
Hatalla
Nangkilik Jata Nanggera,
Narui
peteh sangga tatamba,
Nyalupu
sangku tambak raja,
Akan
Kaharingan sahapus dunia.
7.
Sangku
inyarah manumun peteh,
Uka
itah uras menteng ureh,
Alu
utus je keuh-kueh,
Bereng
barigas kahaban keleh.
8.
Itah
manyarah dia malayan,
Dengan
Hatalla ije katamparan,
Uka
manenga nyalung Kaharingan,
Ingkes
intu behas hambaruan.
9.
Sangku
inyarah intu baun,
Sangku
inpunduk intu hunjun,
Narai
i-laku inenga dinun,
Tuah
rajaki uras atun.
10. Sangku inyarah dengan bagulung,
Behas
imintih bangkusan tinpunh,
Panyalumpuk
entang penyang hatampung,
Sama
belum tatau manyambung.
11. Sangku inyarah kalutuh helu,
Imapui
manyan sangku inggaru,
Lampang
ewau je mangat tutu,
Mukei
kuasan je raja uju.
12. Hetuh itah je sama mite,
Intu
bentuk je biti are,
Behas
je-intih hariten pire,
Tanda
panenga pasti tege.
13. Hetuh itah uras mingat,
Pasin
hatalla batang salamat,
Aluh
narai bewei kahimat,
Gawi
manjadi hayak imberkat
2.3 Kumpulan Mantra
Di daerah kalimantan
terdapat beberapa mantra-mantra sebelum melakukan sesuatu. Mantra-mantra
tersebut mempunyai tujuan dan keguanaan yang berbeda-beda. Adapun mentra-mantra
tersebut adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mantra
Hpa Main Silat
Adapun isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Hai semar luna luning
Mengambil kearah semar
Ah karah
Ah cahaya
Runtuh hati si sanduhur raja kulim
1.3.2 Mantra
Pahampul
Adapun
isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Tik kulah Karim iram imanai kul alam
embus bumi genjang langit.
1.3.3 Mantra
Hapa Kelahi
Adapun
isi dalam mantra ini adalah sebagai berikut.
Kulu napsin jaya ikatil maut taukar
haruntung kilat.
1.3.4 Manajah
Antang
Manajah antang
berarti memanggil antang (elang) agar memberikan empat syarat atau pertanda
kepada manusia. Bila suku Dayak akan pergi berperang terlebih dahulu mengadakan
upacara memanggil antang yang dilakukan oleh seorang yang ahli dalam bidangnya.
Caranya: dalam suatu tanah lapang diletakkan dua salugi yang satu mengarah ke
matahari terbit dan yang satu lagi mengarah kearah matahari terbenam. Yang
mengarah ke matahari terbit digantungkan kayu api dan yang mengarah kematahari
terbenam digantungkan sawang/jenjuang. Dengan memanggil nama burung elang yang
dimaksud, dan setelah diadakan upacara dan pembacaan mantera oleh seorang yang
ahli dalam bidangnya, elang tersebut akan memberi alamat/pertanda. Bila akan
berangkat perang, dengan manajah antang
akan dapt diramalkan siapa pemenang dan siapa yang akan kalah dalam peperangan.
Bila yang diminta adalah elang dari Hulu Kahayan, maka yang akan datang adalah
elang dari arah sebela Kapuas. Bila elang terbang diarah salugi yang diletakkan
sebelah timur, berarti akan menang dalam peperangan tetapi bila elang terbang
diatas salugi yang diletakkan sebelah barat,berarti akan kalah dalam
peperangan. Bila ingin mengetahui keadaan orang sakit dapat sembuh atau tidak
dengan cara manajah antang dan
apabila elang terbang dengan sayap yang tidak bergerak yang disebut menari
diatas salugi berarti sisakit akan segera sembuh, akan tetapi bila elang
terbang diatas salugi dan tiba-tiba menangis dan seolah-olah menjatuhkan diri
diatas salugi, menandakan bahwa sisakit sudah tidak dapat ditolong lagi dalam
arti akan segera meningal dunia.
Adapun mantera
yang didigunakan sebelum peperangan dimulai, Tamanggung Rambang dan Tamanggung
Ringkai terlebih dahulu manajah antang. Kalimat yang diucapkan:
Bahasa
Sangen:
Amun
Ringkang Rambang akan manang
Kawung
Naang, kundang tinggang
Tunju
patinjo ico hila kutau
Amun
aru daun sawang dandang tinggang.
Kawung
manari hoto tori, akan ngoik ngiki-ngiki
Amun
Rengah Ringkang Rambang akan kalah
Narai
tutor tangis tingang
Nari
patinjo tonggo miring pondok apoi
Bahasa
Dayak Ngaju:
Amun
Ringkang Rambang akan manang.
Amun
Anatang tarawang kilau tarawang tingang.
Manintu
panunjuk ije hila gantau.
Amun
tege imenteng dawen sawang dandang tingang
Anatang
manari dia hakipak, sambil manguik
Amun
Ampie Ringkang Rambang akan kalah
Tingang
manari sambil menangis
Manintu
patinju ije imenteng pondok apoi.
Bahasa
Indonesia:
Kalau
Ringkang Rambang akan menang.
Kalau
Elang terbang seperti Enggang terbang.
Manuju
patunjuk yang sebelah kanan
Kalau
ada diikat daun sawang dandang tingang
Elang
menari tanpa gerak sayap, sambil bersuara kuik-kuik
Kalau
kelihatannya Ringkai Rambang akan kalah
Enggang
manari sambil menangis
Menuju
petunjuk yang diikat bara api.
2.4
Upacara Keagamaan
2.4.1
Pengertian Tandak
Dalam
pelaksanaan upacara agama hindu kharingan banyak menggunakan “tandak”. Tandak
digunakan sebagai media untuk menyampaikan doa, mantra, ayat-ayat suci dan
pujian-pujian kepada Ranying Hatalla Langit. Tandak merupakan contoh lagu dan
merupakan wahyu dari Yang Maha Kuasa melalui orang “turun sangiang” yang mempunyai kesaktian. Biasanya orang tersebut
secara tidak sadar mengucapkan kata-kata atau kalimat dengan lancar ketika
dilagukan dengan menggunakan lantunan suara yang diyakini memiliki kekuatan.
Apabila diperhatikan irama lagu (tandak) sangat banyak jenisnya.
2.4.2
Fungsi Tandak
Apabila
doa, mantra, ayat-ayat suci dan pujian-pujian itu disampaikan dengan tandak,
maka akan terdengar cirri khas yang unik lebih menarik bila dibandingkan dengan
tidak menggunakan tandak. Penyampaian atau pengucapan melalui tandak akan
menimbulkan gema suara yang menyentuh perasaan dan hati para pendengar sehingga
terasa lebih hening dan sangat sesuai dengan santapan rohani bagi para pemeluk
agama hindu kaharingan. Dengan demikian fungsi tandak adalah sebagai sarana
atau media komunikasi bagi umat hindu kaharingan dan menyampaikan doa, mantra,
puji-pujian, dan ayat-ayat suci.
2.4.3 Arti dan Makna dari Masing-Masing Jenis
Tandak Basarah
a.
Tandak Manggaru Sangku Tambak Raja.
Nggaru-Manyangku kanapatau sangku tambak
raja, je bahalap basuang behas parei manyangen tingang kahalap ingarambang
hapan gilang pinang, hambalat awi rukun tarahan, basingah bulau pungkal raja
rabia tisik tambun, ije bahalap ineras hapan bulau hambaruan ije bungkusan
timpung, maluhing hapan dandang tingang ije kadandang tuh inyarah ikei akam
Ranying Hatalla Langit Tuhan tambing kabanteran bapager hintan, sahur
barangantung langit, parapah baratuyang hawun. Basa bitim raja ije mahunjun
bara raja awing beken, jatun bara tikas kuasam. Mangat kare kahandak ikei uras
tau manjadi kilau gawim junjun helu huran je manjadian sahapus kalunen, sahapus
batang danum injam tingang rundung nasih napui burung uka behas bulau
hambaruan, ije mungkus hong bungkusan timpung, uka hariaten halawu benteng
barintih hila upun tundu.
Sahey.
Artinya:
Kusucikan
sangku ini dengan asap dupa, garu manyan untuk menumbuhkan ketenangan pikiran.
Sangku ini berisikan beras, giling pinang,rukun tarahan, singah sangku, satu
bungkus beras hambaruan dan dandang tingang sebagai lambing kehidupan manusia.
Sarana ini dipersembahkan kehadapan Ranying Hatalla beserta manifestasi-Nya,
karena ia yang maha tinggi menguasai segala-galanya dan maha sempurna. Supaya
segala yang kami kehendaki dapat terkabul sesuai kehendak-Mu yang maha suci
member kepada kami dengan pertanda dalam beras hambaruan ini hariten
ditengah-tenga beras dan barintih di ujung beras.
Semoga damai selalu.
Maknanya: “Sebuah ucapan mantra suci
mengandung doa untuk memohon berkat serta perlindungan dan sebagai persembahan
suci yang tulus iklas kepada ranying hatalla beserta manifestasi-Nya”.
2.5 Kumpulan
Legenda
Tamanggung Amai Rawang Manajah Antang
Legenda Tamanggung Amai Rawang Manajah Antang, merupakan legenda di Desa Upun Batu atau Tumbang Manange di hulu Kahayan yang menceritakan berdirinya Kuta atau Benteng diatas Batu Suli Puruk Tamanggung.
Pada suatu hari, disaat semua orang
di Desa Upun Batu atau Tumbang Manange sedang berada di ladang karena pada saat
itu memang sedang musim panen, tanpa disangka datanglah segerombolan Kayau dari
suku Ot menyerang desa tersebut. Disaat serangan terjadi, yang ada hanyalah
beberapa orang kaum perempuan yang sedang mencuci pakaian dipinggir sungai
Kahayan. Salah satunya adalah Nyai Inai Rawang istri dari Toendan yang bergelar
Tamanggung Amai Rawang.
Akibat serangan tersebut, banyak
yang mati, terluka maupun melarikan diri. Disaat Tamanggung Amai Rawang beserta
adiknya Tewek yang bergelar Singa Puai pulang dari ladang, terkejutlah mereka
melihat keadaan yang telah terjadi. Maka disuruhnyalah Singa Puai untuk
memanggil kembali kakak mereka yang tertua yang bernama Ucek beserta semua
orang yang sedang bekerja diladang untuk mengadakan pembalasan. Namun malang, ternyata gerombolan Kayau
tersebut setelah menyerang kaum perempuan yang ada di Desa Upun Batu atau
Tumbang Manange, mereka juga datang menyerang orang-orang yang sedang bekerja
diladang, sehingga banyak mati dan terluka parah. Dan sebelum gerombolan Kayau
tersebut pulang, mereka sempat berpesan bahwa dalam tempo tujuh hari lagi
mereka datang kembali.
Bila warga desa Upun Batu atau
Tumbang Manange ingin selamat, mereka harus menyerahkan harta kekayaan mereka
dan rela dijadikan budak.Namun bila mereka tidak mau menyerahkan harta benda,
maka mereka akan dibunuh semuanya. Sebagai tanda ancaman tersebut, tertancaplah
sebuah Sampalak, yaitu tanda bahwa daerah tersebut akan diserang atau di Kayau.
Kini tinggallah Tamanggung Amai
Rawang beserta saudara-saudaranya dan segelintir warga desa yang tersisa, duduk
termenung memikirkan bencana yang baru saja menimpa mereka. Ingin mengadakan
pembalasan, apa daya kekuatan sudah tidak ada lagi.
Sehingga akhirnya muncullah ide untuk Manajah Antang, yaitu upacara memanggil burung Elang yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari para Antang Patahu, yaitu roh-roh leluhur yang bertugas sebagai dayang penunggu wilayah untuk meminta petunjuk dan pertolongan.
Sehingga akhirnya muncullah ide untuk Manajah Antang, yaitu upacara memanggil burung Elang yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari para Antang Patahu, yaitu roh-roh leluhur yang bertugas sebagai dayang penunggu wilayah untuk meminta petunjuk dan pertolongan.
Tidak beberapa lama, upacara Manajah
Antang pun dilakukan. Berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh para Antang
Patahu, bahwa Tamanggung Amai Rawang haruslah mendirikan kuta ataupun benteng
diatas bukit batu yang terletak di tengah sungai, berseberangan dengan desa Upun
Batu atau Tumbang Manange.
Apabila musuh datang dari arah
matahari terbenam, maka mereka harus lari, sebab menandakan mereka akan kalah.
Namun bila musuh datang dari arah matahari terbit, itu berarti mereka akan
menang. Dan Tamanggung Amai Rawang tidak boleh mencabut senjata mandaunya untuk
menghalau musuh. Ia cukup duduk diatas gong sambil menonton apa yang terjadi,
sebab para Antang Patahulah yang akan berperang baginya.
Ternyata, pada hari yang telah
ditentukan, datanglah gerombolan Kayau untuk menyerang kembali Desa Upun Batu
atau Tumbang Manange. Mereka datang dari arah matahari terbit dengan tampang
yang ganas. Namun, sebelum mereka dapat menyentuh Tamanggung Amai Rawang,
mereka sudah berjatuhan karena diserang oleh para Antang Patahu. Gerombolan
Kayau tersebut takluk dan bersedia menjadi pengikut dari Tamanggung Amai
Rawang.
Desa Upun Batu atau Tumbang Manange,
akhirnya menjadi aman tentram kembali seperti dahulu kala berkat pertolongan
para Antang Patahu yang adalah pengejawantahan dari pertolongan Tuhan Yang Maha
Esa sebagai wujud jawaban dari upacara Tamanggung Amai Rawang Manajah
Antang.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar