2.1 Kebijaksanaan
Bahasa
Kebijaksanaan
bahasa dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang
dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan
ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhn
masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi,
kebijaksanaan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk
kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu
bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di
seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual,
etnis, dan kultur berbeda.
Masalah-masalah
kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa tidaklah sama, sebab tergantung pada
situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah
memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ad satu
bahasa saja cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Tetapi di
negara-negara yang terbentuk dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan
memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan
timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu.
Secara
politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa
daerah, dan bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk
menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia
berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu
telah digunakan secara luas sebagai lingua franca di seluruh Nusantara dan
sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu
menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia dan memberinya nama Bahasa Indonesia. Peristiwa pengangkatan
bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu ikrar
yang disebut Soempah pemoeda itu
tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa lain
di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak. Kemudian penetapan
bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak
menimbulkan masalah. Oleh karena itu, para pengambil keputusan dalam menentukan
kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa
daerah, dan bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia
ditetapkan sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi
nasional kenegaraan atau intrabangsa. Bahasa daerah berfungsi sebagai lambang
kedaerahan dan alat komunikasi intrasuku. Bahasa asing berfungsi sebagai alat
komunikasi antarbangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan. Pengambilan
keputusan dalam kebijaksanaan bahasa oleh para pemimpin negara untuk menetapkan
suatu bahasa yang akan digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan biasanya juga
berkaitan dengan keinginan untuk memajukan suatu bangsa.
Tujuan
kebijaksanaan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan
komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional
yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Kebijaksanaan untuk mengangkat satu
bahasa tertentu sebagai bahasa nasional dan sekaligus sebagai bahasa negara atau
mengangkat satu bahasa nasional dan mengangkat satu bahasa lain sebagai bahasa
negara boleh dilakukan asal tidak membuat bahasa-bahasa lain yang ada di dalam
negara itu menjadi tersisih atau membuat para penuturnya menjadi resah yang
pada akhirnya dapat menimbulkan gejolah politik dan gejolak sosial. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan,
dan fungsi suatu bahasa, kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan
terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa ini menyangkut semua komponen bahasa,
yaitu fonologi, morfologi, kosakata, serta sistem semantik. Komponen ini harus
juga diperhatikan agar kebijaksanaan kebahasaan itu bersifat menyeluruh dan
tuntas. Selanjutnya segala masalah kebahasaan yang ditemukan dalam menetapkan
kebijaksanaan harus segera dirumuskan dalam bentuk perencanaan bahasa.
2.2 Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang
harus dilakukan setelah melakukan kebijaksanaan bahasa. Perencanaan bahasa
disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam
kebijaksanaan bahasa. Siapa pun sebenarnya dapat menjadi pelaku perencanaan itu
dalam arti peseorangan maupun lembaga pemerintahan atau lembaga swasta. Dalam
sejarahnya, tampaknya yang banyak menjadi pelaku perencanaan ini adalah lembaga
kebahasaan, baik yang merupakan instansi pemerintahan maupun bukan.
Sasaran perencanaan bahasa yang dilakukan
setelah menetapkankestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan,
yaitu:
1.
Pembinaan dan pengembangan bahasa
yang direncanakan sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan
sebagainya. Kalau sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang akan dibina
atau dikembangkan, maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam, antara lain:
pengembangan sandi bahasa di bidang pengaksaraan, di bidang peristilahan, di
bidang pemekaran ragam wacana dan sebagainya. Selain itu, dapat juga
direncanakan pembinaan pemakaian bahasa di bidang pengajaran dan penyuluhan,
dapat juga direncanakan untuk “membangkitkan”kembali bahasa lama (yang talah
digunakan) untuk digunaka kembali.
2.
Khalayak di dalam masyarakan
diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
Kalau sasaran itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka perencanaan itu,
antara lain: dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang bukan
penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang
pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang komunikasi media masa
(majalah,surat kabar, televisi, film, dan sebagainya), juga kepada
kelompok-kelompok sosial yang lain yang ada di dalam masyarakat.
Suatu
perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan
apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah
penyusunan sistem ejaan yang ideal (baku), yang dapat digunakan oleh para
penutur dengan benar, sebab adanya sistem ejaan yang
disepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi. Kemudian
diikuti dengan penyusunan atau pengkodifikasian sistem tata bahasa yang
dibakukan serta peyusunan kamus yang lengkap. Kedua buku ini merupakan dokumen
penting untuk penyebaran korpus bahasa dan pembinaan kebahasaan pada khalayak
di dalam masyarakat. Langkah berikutnya yaitu pemasaran hasil kodifikasi itu
kepada masyarakat. Cara yang tepat dan efektif adalah melalui jalur pendidikan
formal untuk pembinaan jangka panjang dan melalui penyuluhan kepada masyarakat
untuk pembinaan jangka pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar