A. Pengertian
Teater
Tradisi teater sudah ada sejak dulu dalam masyarakat
Indonesia. Hal ini terbukti dengan sudah adanya teater tradisional di seluruh
wilayah tanah air. Fungsi teater pada saat itu adalah sebagai:
1. Pemanggil kekuatan gaib
2. Menjemput roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan
3. Memanggil roh baik untuk mengusir roh jahat
4. Peringatan nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan/kepahlawanan
5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat hidup seseorang
6. Pelengkap upacara untuk saat tertentu dalam siklus waktu
1. Pemanggil kekuatan gaib
2. Menjemput roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan
3. Memanggil roh baik untuk mengusir roh jahat
4. Peringatan nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan/kepahlawanan
5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat hidup seseorang
6. Pelengkap upacara untuk saat tertentu dalam siklus waktu
Menurut
Ensiklopedi Sastra Indonesia, teater berasal dari bahasa Yunani purba drama,
artinya berbuat. Pengertian teater merujuk pada:
1. Karya tulis
untuk teater
2. Setiap solusi
yang mempunyai konflik dan solusi
3. Jenis karya sastra yang berbentuk dialog yang
dibuat untuk tujuan dipertunjukkan di atas pentas.
Bamhart
mendefinisikan teater sebagai suatu karangan berbentuk prosa fiksi yang
menyajikan cerita konflik antar tokoh dalam bentuk monolog, dialog, atau
pantomim untuk tujuan dipentaskan di atas panggung sebagai sebuah seni
pertunjukkan lakon.
Istilah teater berasal dari bahasa Yunani kuno
theatron yang artinya gedung atau panggung tempat mempertunjukkan aksian,
perbuatan, gerakan, lakuan, atau tindakan. Istilah teater dalam arti luas
merujuk kepada segala macam jenis tontonan yang dipertunjukkan di depan
khalayak ramai. Termasuk dalam linhkup pengertian ini antara lain: pertunjukkan
japin cerita, konser musik, kuda gipang, longer, lenong, ludruk, mamanda,
pertandingan olag raga,
sendratari, sirkus, sulap, tari gandut, ubrug, dan
wayang.
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, teater merujuk kepada:
1. Gedung pertunjukkan film atau
sandiwara.
2. Ruang
besar yang dilengkapi dengan kursi yang disusun sedemikian rupa sebagai
tempat manusia berkumpul untuk
mengikuti kuliah atau pengarahan umum.
3. Seni teater yang menggambarkan suatu
realita yang ada di dalam kehidupan manusia.
B. Bentuk-Bentuk Teater
Teater sebagai karya sastra dapat
dibedakan menjadi dua penggolongan mendasar yaitu teater sebagai sastra lisan
dan teater sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan adalah teater, sedangkan
sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi teater itu
sendiri.
Teater menurut masanya dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu teater baru dan teater lama. Teater baru adalah
teater yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang
umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Teater lama adalah teater khayalan yang
umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan,
kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa dan lain sebagainya.
Macam-macam teater berdasarkan isi
kandungan ceritanya antara lain:
1. Teater
komedi adalah teater yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2. Teater
tragedi merupakan teater yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3. Teater
tragedi komedi adalah teater yang ada sedih dan ada lucunya.
4. Opera
adalah teater yang mengandung musik dan nyanyian.
5. Dagelan
adalah teater yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa
penonton.
6. Operet
adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7. Pantomim
adalah teater yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat
tanpa pembicaraan.
8. Tablau
adalah teater yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh
dan mimik wajah pelakunya.
9. Passie
adalah teater yang mengandung unsur Agama atau relijius.
10. Wayang
adalah teater yang pemain dramanya adalah boneka wayang.
Bentuk-bentuk teater di Indonesia antara
lain:
1.
Teater Rakyat (tradisional)
Teater rakyat atau teater tradisional
lahir di tengah-tengah rakyat dan masih menunjukkan kaitan dengan upacara adat
dan keagamaan. Artinya pertunjukan hanya dilaksanakan dalam kaitan dengan
upacara tertentu, seperti khitanan, perkawinan, selamatan dan sebagainya. Yang
menanggung semua pembiayaan adalah yang punya hajat dan dapat ditonton gratis
oleh undangan dan masyarakat. Tempat pertunjukan dapat dimana saja; halaman
rumah, kebun, balai desa, tanah lapang dan seterusnya. Contoh-contoh teater
rakyat adalah Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan
Bakaba di Sumatera Barat, Mamanda dan Bapandung di Kalimantan Selatan, Arja,
Topeng Prembon, dan Cepung di Bali, Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling,
dan Ketuk Tilu di Jawa Barat, Ketoprak, Srandul, Jemblung, Gatoloco di Jawa
Tengah, Kentrung, Ludruk, Ketoprak, Topeng Dalang, Reyog, dan Jemblung di Jawa
Timur, Cekepung di Lombok, Dermuluk di Sumatera Selatan dan Sinlirik di
Sulawesi Selatan, Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta.
2.
Teater Klasik (keraton)
Sifat teater ini sudah mapan,
artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih,
gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat
(penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan. Sifat feodalistik
tampak dalam jenis teater ini. Para seniman dihidupi oleh raja dengan menjadi
pegawai kerajaan yang mendapat tugas religius dan tugas mengangkat kebesaran
atau kemuliaan sang raja. Contohnya Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek,
dan Langendriya. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya tarik berkat
kreatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan lakon.
3. Teater Modern
Teater modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Contohnya: Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor, dan properti lain menggunakan teknik barat.
3. Teater Modern
Teater modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Contohnya: Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor, dan properti lain menggunakan teknik barat.
C.
Sejarah
Awal Mula Penulisan Naskah Teater
Sejarah penulisan naskah teater
modern di tanah air kita dimulai sejak tahun 1926, yakni tahun terbitnya naskah
teater Bebasari karangan Rustam Effendi. Pada mulanya, naskah Bebasari
dikirimkan oleh Rustam Effendi kepada penerbit Balai Pustaka namun, perusahaan
penerbitan milik pemerintaha kolonial Belanda tidak mau meloloskannya karena
isinya bertentangan dengan ketentuan yang ada atau diatur dalam Nota Rinkes.
Dibanding genre karya sastra
imajinatif lainnya, naskah teater termasuk jarang ditulis orang pada zaman
kolonial Belanda 1920-1942. Naskah teater kedua baru diterbitkan lagi dua tahun
kemudian, yakni Airlangga karangan Sanusi Pane (Penerbit Timbul Jakarta).
Bahkan penerbit Balai Pustaka sendiri baru bersedia menerbitkan naskah
tetaer/sandiwara/teater/tonil pada tahun 1940. Naskah teater yang pertama kali
diterbitkan oleh Balai Pustaka adalah naskah karangan Saadah Alim berjudul Pembalasannya.
Menurut catatan Pamusuk Eneste,
para pelopor penulisan naskah teater modern di Indonesia ada sebanyak delapan
orang, yaitu Rustam Effendi (Bebasari),
Sanusi Pane (Airlangga, Damarwulan, Kertajaya, Sandhyakala),
Petroek (Bang Siman dan Mas Karjo di Hari
Lebaran), Muhammad Yamin (Kalau Dewi
Tara Sudah Berkata, Ken Arok dan Ken Dedes), W.J.S. Poerwadaminta (Azas Hidup), Armijn Pane (Lukisan Massa, Setahun di Bedahulu, Nyai
Lenggang Kencana), Kamaroesid (Dr.
Zainal), Saadah Alim (Pembalasannya).
Mempelajari naskah teater dapat
dilakukan dengan cara mempelajari dengan saksama kata-kata, ungkapan, kalimat,
atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah teater
yang ditulisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar